Masuk Surabaya Wajib Rapid Test, Pakar Unair Protes

Pakar Unair Surabaya protes dengan aturan Pemkot yang mewajibkan warga yang masuk surabaya wajib rapid test.

Masuk Surabaya Wajib Rapid Test, Pakar Unair Protes Kota Surabaya. (bisnis.com)

    Madiunpos.com, SURABAYA -- Pemkot Surabaya mewajibkan setiap orang yang masuk wilayah mereka wajib menunjukkan bukti rapid test dengan hasil nonreaktif covid-19. Atau bisa juga dengan bukti tes swab dengan hasil negatif Covid-19.

    Namun, keputusan ini ditentang oleh Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, dr Windhu Purnomo. Ia menilai rapid test tidak boleh dijadikan dasar pengambilan keputusan. "Bukan soal efektif atau tidaknya, rapid test tidak boleh jadi dasar pengambilan keputusan. Jadi ndak boleh itu. Rapid test itu bukan untuk kepentingan menyatakan orang itu tertular atau tidak, jadi itu sama sekali tidak bisa," kata Windhu seperti dilansir detik.com, Kamis (16/7/2020).

    Sebagai informasi, Pemkot Surabaya mengeluarkan revisi dari Perwali No 28 menjadi Perwali No 33 Tahun 2020 tentang new normal. Salah satu tambahannya, mewajibkan warga yang masuk Surabaya untuk menunjukkan bukti rapid test dengan hasil nonreaktif atau bukti negatif tes swab.

    Kepala Dinas di Bondowoso yang Joget TikTok Diturunkan Jadi Staf Bagian Umum

    Windhu menambahkan, hasil rapid test seyogyanya digunakan untuk kepentingan screening. Bukan untuk menentukan apakah orang tersebut boleh bekerja jika nonreaktif dan sebaliknya.

    "Itu hanya untuk kepentingan screening dan screening saja harus dilakukan dengan hati-hati, jadi untuk kepentingan epidemiologi. Bukan untuk kepentingan menetapkan seseorang itu tertular atau tidak. Kalau misalnya seperti Perwali kan itu untuk menentukan kepentingan orang yang tertular atau tidak. Di Perwali berarti kalau tidak tertular dia boleh bekerja atau masuk kerja, tapi kalau tertular tidak boleh," papar Windhu.

    Selain itu, Windhu menyebut rapid test tidak bisa menjadi tolak ukur, karena tingkat akurasinya yang belum 100 persen. Windhu menilai seseorang yang dinyatakan reaktif, belum tentu positif Covid-19. Kemudian yang nonreaktif juga belum tentu negatif Covid-19.

    Penting Diketahui! Ini Faktor-Faktor Penyebab Ban Pecah di Jalan

    "Demikian pula kemarin Wali Kota atau Pemkot menyatakan semua tes UTBK yang ada di Surabaya, semua peserta harus rapid test itu ndak bener. Jadi kalau dia reaktif belum tentu dia positif, kemudian dinyatakan tidak boleh ikut kan ndak fair itu. Yang dinyatakan nonreaktif jangan-jangan dia malah positif, tapi belum terdeteksi," ungkapnya.

    Tidak Fair

    Tak hanya itu, Windhu juga menyesalkan adanya aturan membawa bukti nonreaktif rapid test yang juga diterapkan dalam aturan perjalanan. Menurutnya hal ini tidak benar dan tidak boleh diterapkan terus menerus.

    "Tentang aturan perjalanan sama saja, pemerintah pusat di Kementerian Perhubungan. Wong untuk perjalanan boleh dilakukan jika dia bebas rapid test, itu enggak benar semua. Ini mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah sama ndak benarnya dalam hal rapid test. Ini nggak boleh dilakukan karena ini menjadi tidak fair," terangnya.

    Update Covid-19 Jatim! Masih Memimpin, Pasien Sembuh Tambah 444 Orang

    Selain itu, Windhu juga menyoroti revisi Perwali Kota Surabaya yang menurutnya tidak berbasis pada sains dan pertimbangan ahli. Harusnya, dalam membuat setiap kebijakan, pemerintah diimbau turut mempertimbangkan pendapat para ahli.

    "Jadi Perwali ini tidak tahu siapa konsultannya, mestinya mereka bertanya saat membawa Perwali itu bertanya pada para ahli. Kan banyak juga ahli. Kalau tidak percaya dengan ahli di daerah, silakan dengan ahli di pusat," saran Windhu.

    "Atau tanya WHO, WHO juga menyatakan rapid test tidak bisa dinyatakan untuk diagnosa. Kementerian Kesehatan juga sudah ngomong, Pak Menteri sendiri. Tapi anehnya ada peraturan-peraturan yang tidak benar dan tidak berbasis kepada sains," pungkasnya.

    Rutinitas Pagi Sampai Malam Ini Dijamin Bisa Usir Gejala Flu



    Editor : Kaled Hasby Ashshidiqy

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.