Pantang Ngemis! Nenek-Nenek di Madiun Puluhan Tahun Jualan Kerupuk dengan Berjalan Kaki

Riyem, nenek-nenek berusia 80 tahun dari Kota Madiun sudah puluhan tahun berjualan kerupuk lempeng dengan berjalan kaki.

Pantang Ngemis! Nenek-Nenek di Madiun Puluhan Tahun Jualan Kerupuk dengan Berjalan Kaki Riyem, nenek-nenek penjual kerupuk lempeng yang berjualan dengan jalan kaki, Rabu (2/9/2020) siang.

    Madiunpos.com, MADIUN -- Dengan tubuh rentanya, Riyem menggendong keranjang yang berisi penuh kerupuk lempeng di Jl. Prambanan, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Rabu (2/9/2020) siang. Nenek-nenek berusia 80 tahun itu pelan-pelan berjalan menyusuri jalanan aspal yang panas.

    Kondisi badannya yang sudah membungkuk tidak menghalanginya menawarkan kerupuk yang terbuat dari nasi itu kepada pelanggan. Setiap ada pelanggan yang membeli, nenek-nenek ini akan berhenti dan melayaninya. Setelah selesai, ia akan kembali melanjutkan berjualan dengan berjalan kaki.

    Setiap berjualan, warga Jl. Gajah Mada, RT 001, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo ini hanya memakai caping untuk melindungi dari terik matahari. Sedangkan kakinya hanya beralaskan sandal jepit yang sudah semakin menipis.

    Empat Bulan Terakhir, 13 Kali Layangan Rusak Jaringan Listrik di Madiun

    Kerutan di wajah dan rambut yang sudah memutih menjadi bukti bahwa Riyem sudah tidak muda lagi. Di usianya yang sudah memasuki delapan dekade, Riyem tidak ada angan-angan untuk berhenti berjualan kerupuk. Karena dia sadar tidak ada yang menjadi tumpuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Dia juga tidak ada keinginan untuk menjadi pengemis untuk mendapatkan sesuap nasi. Baginya, mencari uang dari berjualan kerupuk lebih berharga dari sekadar meminta-minta.

    “Ya bersyukur diberi kesehatan, jadi bisa berjualan. Saya tidak pernah meminta-minta,” kata Riyem saat berbincang dengan Madiunpos.com.

    Berjualan Kerupuk Sejak 1969

    Riyem bercerita dirinya sudah berjualan kerupuk sejak tahun 1969. Sejak awal selalu berjualan kerupuk dengan keliling berjalan kaki.

    Pernah suatu waktu, ia beralih berjualan nasi pecel di kios. Tetapi baru sepekan, ia tidak tahan dan beralih berjualan kerupuk keliling lagi.

    Mbah Riyem ini sudah sejak tahun 1970-an menjanda ditinggal cerai suaminya. Sejak itu, ia berkomitmen tidak menikah lagi hingga sekarang. Dia pun tidak dikaruniai seorang anak oleh Tuhan. Jadilah ia hidup sebatang kara.

    Penjual kerupuk lempeng, Riyem, menggendong keranjang berisi kerupuk di Jl. Prambanan, Kota Madiun, Rabu (2/9/2020). (Abdul Jalil/Madiunpos.com)

    “Saya beli rumah tahun 1975 di Jl. Gajah Mada. Saat itu harga rumah masih Rp150.000. Saya beli rumah dengan uang sendiri. Tapi ya rumahnya jelek,” ujarnya mengenang masa lalu.

    Kecelakaan Maut di Tuban 6 Orang Meninggal, Ini Pengakuan Korban Selamat

    Setiap hari, Riyem berjualan kerupuk lempeng dan kerupuk lumping dengan berjalan kaki. Sehari, ia bisa kulakan kerupuk hingga Rp200.000. Ia keluar dari rumah pukul 08.00 WIB kemudian berjualan di Pasar Winongo. Setelah berjualan di pasar, Riyem kemudian berjualan dengan jalan kaki. Untuk rutenya, biasnya dari Jl. Gajah Mada, kemudian melewati Jl. Prambanan, melewati Jl. Yos Sudarso, dan rute terakhir di Jl. Sematera. Setiap hari, rata-rata nenek renta ini menyusuri jalan sepanjang sekitar 2 km.

    “Saya biasanya jualan sampai di Jl. Sumatera. Setelah itu pulangnya naik becak,” kata Riyem.

    Karena berjualan, tidak setiap hari kerupuk yang dijualnya ludes laku dijual. Terkadang ia pulang dengan membawa sisa kerupuk yang belum terjual.

    Hasil Jualan Ditabung

    Dia menuturkan uang yang dihasilkan dari berjualan ditabung untuk kebutuhan harian. Selain itu, sisanya ditabung untuk persiapan kalau nanti meninggal dunia. Sehingga saat meninggal dunia tidak merepotkan orang lain.

    “Uangnya digunakan celengan nanti kalau meninggal. Buat sangu,” kata dia.

    Lima dari Enam Korban Meninggal Kecelakaan Maut di Tuban Ternyata Satu Keluarga

    Riyem bersyukur selama ini diberi kesehatan oleh Tuhan sehingga bisa terus berjualan mencari rezeki.

    “Tidak pernah sakit parah sampai di rumah sakit. Biasanya cukup beli obat,” katanya yang menyebut tidak memiliki ramuan khusus untuk sehat.

    Untuk kebutuhan hidup, biasanya ada saja orang dermawan yang memberi makan. Sehingga uang hasil jualannya bisa ditabung. Dia menjual kerupuk lempeng juga dengan harga murah yakni Rp5.000 untuk 23 lembar kerupuk.

    Seorang pembeli, Fitri, menuturkan sering membeli kerupuk yang dijual Mbah Riyem. Dia mengaku salut dengan kegigihan Mbah Riyem yang sanggup berjualan meski sudah renta.



    Editor : Abdul Jalil

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.