PETERNAKAN JATIM : Produksi Susu di Jatim Stagnan Terdampak Kemarau 2015

PETERNAKAN JATIM : Produksi Susu di Jatim Stagnan Terdampak Kemarau 2015 Ilustrasi sapi perah (Armin Abdul Jabbar/JIBI/Bisnis)

    Peternakan Jatim terdampak kemarau 2015 yang berkepanjangan.

    Madiunpos.com, MALANG — Produksi susu peternakan Jatim pada periode Juli-September 2015 stagnan bila dibandingkan tahun lalu karena faktor kemarau 2015 yang berkepanjangan.

    Ketua Bidang Usaha Badan Pengurus Pusat Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Sulistyanto mengatakan produksi peternakan Jatim bisa stagnan karena terbantu pada periode Juli-September banyak sapi yang bunting sehingga produksi terangkat. “Sapi yang bunting mencapai 51,3%, yakni 95.000 ekor dari total populasi sapi perah yang sebanyak 185.000 ekor,” katanya di Malang, Kamis (27/8/2015).

    Jika tidak bersamaan dengan banyak yang bunting, maka produksi susu di Jatim akan merosot hingga 10%-15% karena sulitnya peternak mendapatkan pakan ternak dari rerumputan. Dari sisi kualitas, produksi susu peternak sapi perah di Jatim juga mengalami penurunan karena faktor pakan  yang hanya bergantung pada konsentrat.

    Produksi susu di Jatim mencapai 900 ton per hari dari 185.000 ekor. Jumlah susu sebanyak itu, hampir 100% ditampung di industri pengolah susu. Idealnya, kata dia, produksi susu bisa meningkat 15% setiap tahun. Namun banyak kendala sehingga produksi sulit meningkat sesuai dengan target yang dipatok.

    Permasalahan yang muncul, sulitnya peternak meremajakan sapi mereka karena faktor pengetahuan maupun biaya yang tidak murah. Selain itu, untuk mendapatkan sapi perah impor tidak mudah karena kuota yang diberikan pemerintah sangat sedikit.

    Kebutuhan peremajaan sapi perah idealnya mencapai 10% setiap tahunnya, namun kuota impornya biasanya hanya sekitar 4%. Di sisi lain, kredit program dinilai mahal oleh peternak serta masa tenornya yang terlalu pendek.

    Karena itulah, jika pemerintah benar-benar ingin produksi susu bisa berswasembada, maka masalah-masalah tersebut harus bisa ditangani. Dengan produksi yang tidak meningkat, kata Sulis, maka dikhawatirkan jarak antara pasokan dan permintaan terlalu jauh.

    Tak Penuhi Kebutuhan
    Saat ini saja, kebutuhan susu segar dari industri pengolah susu (IPS) di Jatim tidak dapat dipenuhi peternak susu setempat.

    Dia mencontohkan satu IPS, PT Nestle, membutuhkan pasokan susu sebesar 1.000 ton per hari, namun baru dapat dipenuhi peternak hanya 50% saja. Padahal di Jatim ada banyak IPS besar, selain PT Nestle, seperti PT Indo Lakto.

    Jika produksi stagnan bahkan berkurang, dia khawatir, IPS berebut susu peternak sapi sehingga bisa berdampak pada kelangkaan susu seperti yang terjadi pada 7 tahun lalu.

    Dengan sulitnya peternak sapi perah memperoleh rumput, maka biaya yang mereka otomatis bertambah. Jika dihitung secara bisnis murni, mereka sebenarnya merugi. “Tapi peternak biasanya nrimo. Mereka mensyukuri apa rezeki yang mereka terima, berapa pun besarnya,” ujarnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.