SWASEMBADA GULA : Ini Dia 4 Resep Sehatkan BUMN Pergulaan

SWASEMBADA GULA : Ini Dia 4 Resep Sehatkan BUMN Pergulaan Ilustrasi pabrik gula (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

    Swasembada gula terus diupayakan Kementerian BUMN.

    Madiunpos.com, JEMBER — Pemerintah melalui Kementerian BUMN menyiapkan sejumlah program baru dalam jangka pendek guna meningkatkan laba dan menyehatkan pabrik-pabrik gula milik perseroan pelat merah berbasis tebu, serta mencapai target swasembada gula pada 2019.

    Program pertama dan terbaru dalam upaya penyehatan dan berupaya mencapai swasembada gula itu adalah pemerintah memberikan tambahan modal senilai Rp3,5 triliun untuk merevitalisasi sekitar 15-16 pabrik gula (PG) kepunyaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis tebu.

    “Pada Maret telah disetujui Rp3,5 triliun untuk revitalisasi PG-PG milik PT Perkebunan Nusantara [PTPN]. Saya minta betul-betul agar uang ini dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan efisiensi PG,” ungkap Menteri BUMN Rini Soemarno, Selasa (7/4/2015).

    Kedua, menggerakkan PTPN berbasis tebu untuk membuat produk sampingan, seperti energi dari limbah dan ethanol dari tetes tebu. Untuk menunjang itu, Rini telah berdiskusi dengan PT Pertamina (Persero) guna menjamin serapan bioethanol yang diproduksi PG BUMN.

    Tujuannya, pendapatan PG milik BUMN secara menyeluruh akan bertambah dan mencukupi bagi para petani serta karyawannya. Sebab, pada 2019, rerata produktivitas lahan tebu milik BUMN ditargetkan harus sudah mencapai 10 ton/hektare dengan rendemen 10%.

    Ketiga, sebut Rini, adalah kebijakan terkait pengadaan pupuk bagi kelompok kerja tani di PG-PG milik BUMN. “Ini sangat penting bagi BUMN pergulaan supaya petani dapat menanam tepat waktu, sehingga digiling pada saatnya secara optimal.”

    Program tersebut akan ditunjang melalui koridor Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Untuk itu, menteri BUMN menjanjikan segera mengutus salah satu bank pelat merah untuk menjadi penyalur dananya.

    “Perusahaan yang bisa saya perbaiki, akan saya perbaiki. Soal KKPE ini akan saya bicarakan dengan perbankan BUMN, kemungkinan PT Bank BRI (Persero), agar dananya bisa lebih lancar, sehingga petani bisa menanam tepat waktu, mendapat bibit dan pupuk yang baik, tebunya dapat digiling tepat waktu dengan PG yang lebih efisien.”

    Program KKPE untuk BUMN pergulaan tersebut, ungkap wanita yang pernah menjabat sebagai menteri perindustrian dan perdagangan 2001-2004, ditargetkan dapat segera terrealisasi dalam 6 bulan ke depan, serta dapat diselesaikan selambat-lambatnya akhir 2016.

    Keempat, memastikan para direktur utama BUMN pergulaan mendetailkan persoalan harga pokok produksi, sehingga harga patokan petani (HPP) yang diterima benar-benar menutupi ongkos tanam dan membawa keuntungan bagi petani agar minat tanam tebu berkelanjutan.

    “Hal lain yang sedang saya bicarakan dengan beberapa pihak adalah aturan bahwa hanya PTPN yang diizinkan untuk impor [gula], sehingga terkontrol. Sebaiknya yang diizinkan impor adalah PTPN yang membeli tebu rakyat,” sebutnya.

    Dengan demikian, jika perusahaan menorehkan keuntungan, laba tersebut dapat dinikmati juga oleh petani. Rini mengatakan sistem tersebut pernah dia terapkan saat menjabat sebagai menperindag.

    “Saya akan usulkan, karena yang satu ini bukan programnya Kementerian BUMN. Kami sedang memikirkan lebih lanjut bagaimana struktur [usulan kebijakan tersebut] sedemikian rupa, supaya tidak terjadi rembesan [gula rafinasi] ke pasar.”

    Diversifikasi Usaha Hilir
    Sementara itu, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) M. Cholidi berpendapat tidak ada cara lain untuk memaksimalkan kapasitas dan kinerja BUMN pergulaan di Indonesia selain melakukan diversifikasi usaha hilir.

    “Tidak ada kata ‘nanti’ untuk meremajakan [pabrik] dan menghitung investasi. Pabrik gula [milik BUMN] yang kuno-kuno itu boros energi. Harusnya industri tebu yang baik itu harus mampu self sufficient dan bisa ekspor,” katanya.

    Untuk itu, yang dibutuhkan adalah teknologi boiler bertekanan tinggi, minimal 48 bar. Sementara itu, rerata PG di Indonesia masih menggunakan tekanan 7 bar, yang menyebabkan PG  miskin energi.

    Sebagai perbandingan, boiler bertekanan 22 bar hanya mampu menghasilkan energi untuk kecukupan PG saja. Boiler bertekanan 48 bar mampu menghasilkan energi 15-30 KWH/ton tebu, dan tekanan 84 bar dapat memproduksi 80-100 KWH/ton tebu.

    “Kalau sudah masuk ke skema [menggunakan boiler 48 atau 84 bar], berarti kita sudah sanggup memproduksi bioethanol dan listrik yang terintegrasi dengan PG. Uapnya bisa diambil dari bekas uap turbin,” jelas Cholidi.

    Produksi Listrik
    Dia menggambarkan PG dengan kapasitas 5.000 ton cane/day (TCD) seperti PG Semboro saja sebenarnya sudah mumpuni untuk memproduksi listrik 20 KWH. Berarti dalam sehari sudah mampu menghasilkan 480 KWH.

    Jika pabrik tersebut beroperasi selama 300 hari, maka dalam setahun setidaknya PG tersebut dapat mengantongi keuntungan Rp1,65 miliar, dengan asumsi harga listrik per KWH yang dibeli PT PLN (Persero) seusai Peraturan Menteri ESDM adalah Rp1.150/KWH.

    “Uang sejumlah itu tidak mungkin bisa didapat jika PG hanya mengandalkan bisnis gula saja. Jika membangun yang terintegrasi dengan pabrik ethanol, harga pokok gula bahkan bisa ditekan menjadi Rp6.000/liter, menghasilkan 100kl/hari atau 120.000 ton tetes/tahun.”

    Untuk dapat membangun minimal 1 pabrik ethanol, dibutuhkan kapasitas PG minimal 3.000 TCD. Saat ini, baru PG Djatiroto yang memadai untuk dapat beroperasi 3 in 1 (terintegrasi antara PG, pabrik ethanol, dan pembangkit listrik).

    Ditemui terpisah, General Manager PG Djatiroto Edi Pangestu berpendapat Kementerian BUMN seharusnya membuat regulasi guna memastikan biofuel dan listrik yang dihasilkan dari bisnis sampingan PG milik BUMN dibeli oleh PT Pertamina (Persero) dan PLN.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.