Karapan Sapi Madura menjadi satu-satunya budaya Nusantara yang tak dimiliki bangsa lain. Namun, budaya ini pernah ditentang lantaran ada unsur kekerasan pada hewannya. Apakah itu?
Madiunpos.com, PAMEKASAN – Sejumlah ulama dan pegiat lingkungan hidup dari kalangan mahasiswa Madura, Jawa Timur pernah lantang menolak aksi kekerasan saat digelar Karapan Sapi. Mereka mengecam cara-cara keji dan tak berbelas kasihan kepada binatang sapi dengan dalih agar berlari kencang.
Budayawan Madura, Iskandar, mengatakan bentuk-bentuk kekerasan itu antara lain menggarukkan paku di pantat sapi, memoleskan balsam dan cabai pada mata sapi sebelum sapi-sapi diadu lari. Cara-cara itu pernah ditentang para ulama lantaran sama dengan menyiksa binatang.
“Hanya saja, suara ulama tidak terlalu keras, karena kekuatan ulama masih terbelah dengan aliran politik berbeda saat itu,†ujar Iskandar dalam diskusi terbatas bertajuk Gagasan Kreatif Gerakan Pemuda yang digelar komunitas seni budaya Madura di Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (18/3/2015) malam.
Ulama pendukung pemerintah, kata dia, tidak bisa bersuara lantang, dengan alasan pertimbangan rasa tidak enak pada pemimpin yang didukungnya. Demikian juga dengan ulama yang mendukung partai oposisi pemerintah.
Para ulama itu, sebenarnya banyak yang tidak setuju juga, tapi karena posisi yang kurang mendukung itu tadi, maka suara penolakan terkesan kurang lantang," katanya.
Iskandar yang juga anggota DPRD Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, saat itu aspirasi ulama didukung oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Namun, upaya HMI dalam menyuarapan penghapusan praktik kekerasan dalam karapan sapi tidak serta merta berjalan mulus. Mereka bersama ulama membutuhkan waktu hingga sekitar tiga tahun lebih.
Tidak sedikit pula di antara para pegiat karapan sapi yang memprotes keras gagasan penghapusan praktik kekerasan karapan sapi itu, dengan alasan karena sudah dianggap tradisi dan telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Usulan organisasi ini pernah dianggap sebagai usulan yang tidak populer, bahkan sempat dianggap sebagai bentuk pemikiran yang tidak mendukung pada pelestarian Budaya Madura.
"Tapi HMI ternyata mampu menjelaskan pada publik, bahwa gerakan yang dilakukan dalam rangka melestarikan dan memurnikan budaya asli Madura, dan HMI tidak ingin ada anggapan bahwa masyarakat, ulama dan pemkab di Madura, melegalkan praktik kekerasan pada binatang," kata Iskandar.
Madiunpos.com, JAKARTA – PT Pegadaian mencatatkan pencapaian monumental dalam perjalanan transformasi digitalnya dengan berhasil membukukan… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA - Dalam rangka memeriahkan HUT Ke-498 Jakarta, Pemprov DKI Jakarta kembali menggelar PRJ… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA – Bagi yang akrab dengan dunia investasi, tentu sudah tidak asing dengan Tabungan… Read More
Esposin, JAKARTA – PT Pegadaian memborong dua penghargaan pada malam penganugerahan Innovative Future Finance Awards… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA – PT Pegadaian kembali dinobatkan sebagai Best Company to Work For in Asia… Read More
Madiunpos.com, BANJARMASIN – PT Pegadaian Area Kalimantan Selatan dan Tengah, di bawah naungan Kanwil IV… Read More
This website uses cookies.