Pernikahan manusia dengan peri Roro Setyowati, si penunggu Sendhang Margo dan Sendhang Ngiyom di Alas Desa Begal menyimpan pesan mulia.
Madiunpos.com, NGAWI – Tak sedikit masyarakat menyangka proses pernikahan manusia dengan peri Roro Setyowati di Alas Ketonggo, Widodaren, Ngawi sebagai sebuah kekonyolan. Bahkan, sebagian masyarakat  juga menuding prosesi selamatan bayi peri yang akan digelar awal Juni nanti sebentuk aneh-aneh untuk mengejar kontroversi.
Namun, tahukah bahwa di balik serangkaian acara hapening art itu terkandung pesan luhur. Bramantyo Prijosusilo, seniman sang pemilik acara pernikahan manusia-peri itu menjelaskan, acara yang ia gagas merupakan cara ia mengomunikasikan pesan-pesan kebudayaaan dan ekologis kepada masyarakat luas.
Melalui acara itu, ia ingin menegur keras bahwa telah nampak nyata kerusakan hutan dan hilangnya sumber mata air akibat ulah tangan manusia. Sosok peri bernama Roro Setyowati, kata dia, bahkan harus rela menikah dengan manusia bernama Mbah Kodok Ibnu Sukodok agar mau memperbaiki Sendhang Margo dan Sendhang Ngiyom di Alas Desa Begal yang menjadi rumahnya selama ini.
“Seni kejadian yang melibatkan banyak pihak ini sejak awal bertujuan menguatkan kohesi sosial dan melindungi mata-air dan hutan,†ujarnya kepada Madiun Pos melalui siaran persnya, Senin (25/5/2015).
Acara bertajuk Peri Setyowati Sukodok Membangun Rumah merupakan karya proses yang durasinya sangat panjang. Diawali dengan rapat kumbakarnan bersama jajaran Pemkab Ngawi dan Perhutani di rumah Bramantyo di desa Sekaralas awal 10 Mei lalu, dilanjutkan dengan pemasangan kain mori melingkari kedua sendhang, bersama masyarakat desa-desa tepi hutan.
Acara puncaknya ialah pada tanggal 6 dan 7 Juni 2015, yakni perbaikan rumah Roro Setyowati. Selanjutnya, proses akan terus bergulir dan diolah sampai pada akhir Oktober 2015 saat awal musim hujan. Proses yang panjang itu dibutuhkan agar karya seni-kejadian ini memiliki dampak nyata, yakni konservasi mata air dan hutan, serta kohesi sosial.
Diusahakan setiap titik yang ditanami memiliki dasar kuat dari setidaknya tiga sisi, yakni dari segi ekologi, segi budaya, dan segi estetika. Setiap pohon yang ditanam hendaknya ditanam oleh anak-anak dari lingkungan masyarakat desa tepi hutan dibantu pamongnya sehingga ke depan ada rasa memiliki yang kuat dari masyarakat pemangku kepentingan yang terdekat.
BACA BERITA LAIN PERNIKAHAN MANUSIA DAN PERI:
- Peri Setyowati Kini Mengandung Bayi Kembar Dampit dari Mbah Kodok
- Inilah Prosesi Selamatan Bayi Kembar Dampit Anak Peri Ngawi
- Peri, Makhluk Gaib Seperti Apakah Itu?
Madiunpos.com, JAKARTA-PT Pegadaian kembali hadirkan program Gadai Bebas Bunga, sebagai bentuk komitmennya untuk meringankan beban… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA-Pegadaian catatkan kinerja keuangan yang membanggakan pada kuartal III tahun 2025 ini. Pegadaian menegaskan… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA-PT Pegadaian kembali buktikan posisinya sebagai gold ecosystem leader. Kali ini Pegadaian meraih penghargaan… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA-PT Pegadaian sambut meriah kehadiran aplikasi terbarunya Tring! by Pegadaian, dengan menggelar Festival Tring!… Read More
Madiunpos.com, BOYOLALI -- Bea cukai Solo musnahkan 12,4 juta batang rokok ilegal yang secara seremonial… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA - PT Pegadaian kembali menunjukkan komitmen seriusnya dalam mendukung Employee Well-being dan mengapresiasi… Read More
This website uses cookies.