Budayawan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengkaji dan meneliti pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan.
Madiunpos.com, PONOROGO — Sejumlah budayawan Ponorogo mengaku pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan membutuhkan waktu lama dan penuh perdebatan. Setiap komponen yang ada dalam upacara adat dan rias busana Ponoragan diulas dan diberi makna.
Seorang penggagas pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan, Kushariyah, mengatakan pembahasan mengenai pembakuan ini dilakukan sejak empat tahun lalu dengan melibatkan puluhan budayawan serta praktisi tata rias pengantin di Ponorogo.
Menurut dia, setiap hal yang ada dalam adat dan rias busana pengantin Ponoragan dibahas secara mendalam oleh tim, sehingga terkadang ada perdebatan dalam pembahasan itu.
Kushariyah menuturkan pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan ini merupakan langkah awal dalam melestarikan budaya lokal. Saat ini adat dan rias busana khas Ponorogo ini banyak ditinggalkan warga. Padahal, adat tersebut juga tidak kalah bagus jika dibandingkan dengan adat dan rias busana pengantin dari daerah lain.
Kushariyah menyebutkan salah satu hal yang berbeda yaitu mengenai busana yang dipakai pasangan pengantin. Di busana pengantin Ponoragan, pasangan pengantin mengenakan celana bukan jarik seperti busana di tradisi Solo maupun Jogjakarta.
“Kalau di Solo dan Jogja kan kedua mempelai mengenakan jarik, kalau di Ponoragan menggunakan celana. Ini bermakna kedua mempelai harus dinamis dan aktif,†jelas dia seusai pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan di Pendapa Pemkab Ponorogo, Rabu (19/4/2017).
Budayawan Ponorogo, Dodyk Sri Suryadi, mendukung adanya pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan. Menurut dia, pembakuan ini langkah awal untuk memperkenalkan tradisi lokal Ponorogo ke muka umum, seperti kesenian Reog Ponorogo.
Dia menyebut adat dan busana pengantin Ponoragan lebih banyak pernik-pernik yang menggambarkan watak, jiwa, dan perilaku warga Ponorogo. Dalam upacara pernikahan, dalam tradisi Ponoragan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal ini tentu berbeda dengan tradisi di acara pernikahan Solo dan Jogjakarta yang menggunakan bahasa Jawa krama.
“Kalau dari sisi usia tradisi ini sudah ratusan tahun lalu, sejak Ponorogo lahir. Ini tradisi yang harus dilestarikan,†kata Dodyk.
Madiunpos.com, JAKARTA — PT Pegadaian bersama PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dua entitas dalam holding… Read More
Madiunpos, LHOKSEUMAWE — Pegadaian Syariah meluncurkan program sosial-ekonomi bertajuk Kota Islami Lhokseumawe Amanah untuk Ekonomi… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA – PT Pegadaian mencatatkan pencapaian monumental dalam perjalanan transformasi digitalnya dengan berhasil membukukan… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA - Dalam rangka memeriahkan HUT Ke-498 Jakarta, Pemprov DKI Jakarta kembali menggelar PRJ… Read More
Madiunpos.com, JAKARTA – Bagi yang akrab dengan dunia investasi, tentu sudah tidak asing dengan Tabungan… Read More
Esposin, JAKARTA – PT Pegadaian memborong dua penghargaan pada malam penganugerahan Innovative Future Finance Awards… Read More
This website uses cookies.