Ini Perbedaan Adat Upacara Pengantin Ponoragan dengan Solo dan Jogja

Ini Perbedaan Adat Upacara Pengantin Ponoragan dengan Solo dan Jogja Model mensimulasikan adat dan tata rias busana pengantin Ponoragan di Pendapa Pemkab Ponorogo, Rabu (19/4/2017) siang. (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Budayawan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengkaji dan meneliti pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan.

    Madiunpos.com, PONOROGO — Sejumlah budayawan Ponorogo mengaku pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan membutuhkan waktu lama dan penuh perdebatan. Setiap komponen yang ada dalam upacara adat dan rias busana Ponoragan diulas dan diberi makna.

    Seorang penggagas pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan, Kushariyah, mengatakan pembahasan mengenai pembakuan ini dilakukan sejak empat tahun lalu dengan melibatkan puluhan budayawan serta praktisi tata rias pengantin di Ponorogo.

    Menurut dia, setiap hal yang ada dalam adat dan rias busana pengantin Ponoragan dibahas secara mendalam oleh tim, sehingga terkadang ada perdebatan dalam pembahasan itu.

    Kushariyah menuturkan pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan ini merupakan langkah awal dalam melestarikan budaya lokal. Saat ini adat dan rias busana khas Ponorogo ini banyak ditinggalkan warga. Padahal, adat tersebut juga tidak kalah bagus jika dibandingkan dengan adat dan rias busana pengantin dari daerah lain.

    Kushariyah menyebutkan salah satu hal yang berbeda yaitu mengenai busana yang dipakai pasangan pengantin. Di busana pengantin Ponoragan, pasangan pengantin mengenakan celana bukan jarik seperti busana di tradisi Solo maupun Jogjakarta.

    “Kalau di Solo dan Jogja kan kedua mempelai mengenakan jarik, kalau di Ponoragan menggunakan celana. Ini bermakna kedua mempelai harus dinamis dan aktif,” jelas dia seusai pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan di Pendapa Pemkab Ponorogo, Rabu (19/4/2017).

    Budayawan Ponorogo, Dodyk Sri Suryadi, mendukung adanya pembakuan adat dan rias busana pengantin Ponoragan. Menurut dia, pembakuan ini langkah awal untuk memperkenalkan tradisi lokal Ponorogo ke muka umum, seperti kesenian Reog Ponorogo.

    Dia menyebut adat dan busana pengantin Ponoragan lebih banyak pernik-pernik yang menggambarkan watak, jiwa, dan perilaku warga Ponorogo. Dalam upacara pernikahan, dalam tradisi Ponoragan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal ini tentu berbeda dengan tradisi di acara pernikahan Solo dan Jogjakarta yang menggunakan bahasa Jawa krama.

    “Kalau dari sisi usia tradisi ini sudah ratusan tahun lalu, sejak Ponorogo lahir. Ini tradisi yang harus dilestarikan,” kata Dodyk.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.