Kategori: News

KEMARAU 2015 : Sungai Mengering, Buruh Tani Cari Pasir

Kemarau 2015 membuat para buruh tani di bagian selatan Magetan beralih profesi menjadi penambang pasir.

Buruh tani di bagian selatan Kabupaten Magetan terpaksa beralih profesi menjadi penambang pasir di sungai yang kering kerontang, Selasa (4/8/2015). (Julian Tondo Wisudo/JIBI/Madiunpos.com)

Madiunpos.com, MAGETAN — Musim kemarau 2015 memaksa para petani di Kabupaten Magetan, Jawa Timur beralih profesi menjadi pencari pasir. Langkah itu terpaksa mereka lakukan karena sungai setempat mengering sehingga tak lagi bisa diandalkan untuk mengairi lahan pertanian.

Keringnya air sungai yang menyebabkan lahan pertaniannya lagi bisa digarap atau ditanami padi, mata pencaharian utama mereka pun terputus. Demi menyambung hidup pada musim kemarau 2015 ini, para petani Magetan itu terpaksa beralih profesi sebagai penambang pasir di sungai yang mengering.

Bencana bagi sebagian petani Magetan yang dipicu kemarau panjang 2015 itu terutama terlihat di bagian selatan kabupaten itu. Ratusan hektare lahan pertanian kini menjadi kering hingga tanahnya retak-retak, lantaran tak bisa lagi mendapatkan pasokan air.

Ibu-ibu di Desa Joketro, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan misalnya terpaksa beralih profesi menjadi pencari pasir di bendungan sungai desa setempat untuk bisa menyambung hidup sehari hari. Air bendungan itu kering pada musim kemarau 2015 ini.

Sinem, 42, salah seorang pencari pasir, Selasa (4/8/2015), mengatakan sejak lahan pertanian kering, dan tak lagi bisa digarap, ia terpaksa mencari pasir di sungai agar bisa mendapat penghasilan. Sebelumnya, ia bekerja sebagai buruh tani.

“Sudah sepekan ini kami sama sekali tidak bisa bertani. Sekarang adanya, [di sungai adanya] cuma pasir, jadi kami ya mencari pasir, kalau tidak ya kami tidak bisa makan,” tutur Sinem.

Dalam sehari, Sinem dan rekan-rekannya sesama ibu-ibu buruh tani di Desa Joketro, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan bisa mendapatkan 20 keranjang hingga 30 keranjang pasir. Pasir sebanyak itu mereka kumpulkan selama dua hari.

Setelah pasir dianggap cukup terkumpul, mereka harus membawa pasir tersebut ke punggung tepian sungai dengan cara digendong. Agar bisa dijual ke para pengepul pasir, mereka harus bisa mengumpulkan 60 kerangjang pasir, sehingga genap satu bak mobil pick up. Untuk setiap bak mobil pick up itu, pengepul membayar mereka Rp120.000 hingga Rp130.000. (Julian Tondo Wisudo/JIBI/Madiunpos.com)

 

Rahmat Wibisono

Dipublikasikan oleh
Rahmat Wibisono

Berita Terkini

Pengguna Tring! by Pegadaian Tembus 2 Juta

Madiunpos.com, JAKARTA-Aplikasi unggulan, Tring! by Pegadaian, kini berhasil menembus angka 2 Juta pengguna terdaftar, sejak… Read More

23 jam ago

Penguatan Ekosistem Bullion melalui Forum Bullion Connect 2025: Linking Mines to Markets

Madiunpos.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama OJK berkolaborasi dengan World Gold Council (WGC)… Read More

7 hari ago

Pegadaian Dorong Akses Pendidikan di Timur Indonesia melalui Kapal Literasi Moh. Hatta

Madiunpos.com, MALUKU – Dalam semangat memperluas akses pendidikan dan literasi hingga ke pelosok negeri, Pegadaian… Read More

3 minggu ago

Pegadaian Kembali Hadirkan Program Gadai Bebas Bunga, Solusi Cepat dan Ringan untuk Kebutuhan Finansial Masyarakat

Madiunpos.com, JAKARTA-PT Pegadaian kembali hadirkan program Gadai Bebas Bunga, sebagai bentuk komitmennya untuk meringankan beban… Read More

3 minggu ago

Pegadaian Catat Kinerja Gemilang di Q3 2025 Berkat Komitmen Jadi Akselerator Inklusi Keuangan

Madiunpos.com, JAKARTA-Pegadaian catatkan kinerja keuangan yang membanggakan pada kuartal III tahun 2025 ini. Pegadaian menegaskan… Read More

4 minggu ago

Berkat ATM Emas, Pegadaian Raih Penghargaan Best Innovation di BRI Subsidiaries Forum Q3 2025

Madiunpos.com, JAKARTA-PT Pegadaian kembali buktikan posisinya sebagai gold ecosystem leader. Kali ini Pegadaian meraih penghargaan… Read More

4 minggu ago

This website uses cookies.