GREBEG SURO 2016 : PKL Alun-Alun Boikot Berjualan di Grebeg Suro, Ini Alasannya

GREBEG SURO 2016 : PKL Alun-Alun Boikot Berjualan di Grebeg Suro, Ini Alasannya Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni, menerima piala presiden bergilir Festival Nasional Reog Ponorogo dari juara pertama pada gelaran tahun 2015, Minggu (25/9/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Grebeg Suro 2016, kemegahan agenda tahunan itu tidak berbanding lurus dengan nasib pedagang kecil.

    Madiunpos.com, PONOROGO — Kemegahan dan kemeriahan agenda tahunan Grebeg Suro 2016 tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan pedagang kaki lima (PKL) yang biasanya berjualan di Alun-alun Ponoroog. Sejumlah PKL memutuskan untuk tidak berjualan di agenda tahunan itu karena biaya yang dibebankan untuk sewa tempat berjualan di lokasi Grebeg Suro terlalu mahal.

    Pantauan Madiunpos.com di Alun-alun Ponorogo, Kamis (29/9/2016) malam, tidak ada PKL yang berjualan di arena Grebeg Suro. Puluhan stan yang ada di dalam arena hanya diisi oleh dinas dan beberapa industri rumahan dari Ponorogo. Seluruh arena dipagari dengan pagar besi setinggi satu meter. Puluhan pedagang hanya berjualan saat malam hari, mereka membuka dasaran dagangan di sepanjang trotoar alun-alun.

    Salah satu pedagang jajanan pentol, Agus, mengatakan sangat kecewa dengan penyelenggaraan Grebeg Suro 2016. Grebeg Suro tahun ini tidak memberikan kesempatan bagi pedagang kecil untuk berpartisipasi untuk memeriahkan agenda tahunan Kabupaten Ponorogo itu.

    Padahal tahun-tahun sebelumnya, kata dia, pedagang kecil selalu mendapatkan ruang di Grebeg Suro untuk berjualan. Pada Grebeg Suro tahun ini memberikan tempat bagi pedagang, namun dengan biaya sewa yang dianggap mencekik pedagang kecil yaitu Rp1 juta untuk selama pelaksanaan Grebeg Suro yang hanya sepekan.

    Dia menganggap uang sewa Rp1 juta itu terlalu mahal dan tidak sesuai dengan pendapatan pedagang yang tidak tentu. Untuk itu, seluruh pedagang alun-alun memutuskan untuk tidak ikut berpartisipasi dengan menyewa tempat di arena Grebeg Suro.

    Agus membandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang setiap ada kegiatan rakyat itu, PKL selalu mendapat tempat di arena dan tidak membayar sewa. “Pedagang alun-alun itu kan pedagang kecil, yang nilai omzetnya tidak terlalu besar. Biasanya satu hari kami mendapatkan keuntungan Rp200.000, kalau dikalikan sepekan baru Rp1,4 juta. Kalau untuk biaya sewa Rp1 juta, masak kita hanya bisa membawa pulang Rp400.000. Itu yang tidak dipikirkan bupati,” jelas dia kepada Madiunpos.com, Kamis.

    Lebih lanjut, dia menilai perayaan Grebeg Suro tahun ini terkesan eksklusif yaitu dengan adanya pagar pembatas di seputaran alun-alun. Tentu dengan adanya pagar itu membuat akses pengunjung yang datang untuk menyaksikan pertunjukan reog sedikit terhambat. Karena harus masuk memutari alun-alun untuk menuju ke pintu utama.

    Pedagang suvenir, Imam, mengatakan hal serupa. Menurut dia, penyelenggaraan Grebeg Suro tahun ini sepi dibandingkan kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya. “Pengunjung itu kan banyak yang dari desa-desa, saat mereka datang ke acara ini ternyata harus memutar alun-alun untuk masuk ke pintu satu-satunya. Dan saat masuk ternyata di dalam tidak ada pedagang dan wahana permainan seperti biasanya,” ujar dia.

    Dia mengakui Grebeg Suro 2016 lebih tertata rapi dan tertib dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hal itu tidak menguntungkan pedagang dan rakyat kecil.



    Editor : Ahmad Mufid Aryono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.