INDUSTRI MEBEL JATIM : Amkri Jatim Desak Pemerintah Kaji Ulang Penerapan SVLK

INDUSTRI MEBEL JATIM : Amkri Jatim Desak Pemerintah Kaji Ulang Penerapan SVLK Contoh sertifikat SVLK. (sumalindo.com)

    Indkukaustri mebel Jatim terkendala dengan pemberlakuan SVLK.

    Madiunpos.com, SURABAYA – Kalangan pengusaha mebel menilai pemerintah perlu mengkaji ulang penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) secara merata terhadap industri kayu kecil dan menengah (IKM) lantaran dapat menjerat para pengrajin kecil.

    Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Jawa Timur, Nur Cahyudi, mengatakan pemberlakuan SVLK yang secara pukul rata dalam suatu aturan itu bagaikan mimpi buruk bagi IKM.

    "Terutama para pengrajin kecil seperti di Jepara, Klaten, Semarang, Yogyakarta, Bali, Cirebon, Jawa Timur [Pasuruan, Malang, Bojonegoro, Ngawi, Gresik]," kata dia, Jumat (15/7/2016).

    Dampak tersebut, kata dia, juga dirasakan para pengrajin kayu bonggol atau akar jati, dan para pengrajin kayu lainnya yang memanfaatkan kayu buangan atau sisa.

    "Memang verifikasi legalitas kayu itu penting untuk masuk pasar ekspor tapi sistem itu memberatkan industri jadi sepatutnya dikaji ulang,” kata Nur Cahyudi.

    Dia melanjutkan, selain mengkaji ulang, pemerintah juga bisa melakukan renegosiasi dengan Uni Eropa dengan mengganti sistem yang tidak memberatkan IKM.

    Sebab, negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia dipastikan bakal menerima sistem chain of supply asal memiliki sistem yang akuntabel.

    “Kalau SVLK ini benar-benar diberlakukan, pemerintah harus berani membuat terobosan untuk membantu IKM mendapatkan SVLK, miaslnya tidak menyamaratakan persyaratan untuk kelompok IKM dengan industri skala besar. Kalau bisa sertifikasi legalitas diberikan secara gratis,” imbuh dia.

    Berdasarkan Permendag No. 25 tahun 2016 tentang Perubahan atas Permendag No. 89 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, yang diberlakukan mulai 31 Mei 2016, maka SVLK kembali diterapkan.

    Dalam prosesnya, administrasi SVLK sangat panjang dan rumit karena banyak mensyaratkan dukumen yang tidak ada kaitanya dengan legalitas kayu, serta biayanya cukup mahal.

    “Besarnya biaya itu tentunya akan mengancam daya saing produk mebel dan perajin di Indonesia. Ini ibaratnya sudah jatuh ketimpa tangga pula,” imbuh Nur.

    Selain itu, lanjut Nur, sebaiknya penerapan SVLK tetap diwajibkan untuk industri hulu karena pengecekan kayu itu dilakukan sebelum kayu ditebang yakni oleh pemegang ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

    “Dan menjadi tidak wajar atau berlebihan jika industri hilir termasuk IKM harus bertanggung jawab pula dengan ikut serta melaksanakan ketentuan SVLK,” kata dia.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.