Pasar Tradisional Jadi Urat Nadi Peredaran Tembakau Temon Ponorogo

Pasar Tradisional Jadi Urat Nadi Peredaran Tembakau Temon Ponorogo Juminah, 90, pedagang tembakau sedang menunggu petani yang menjual hasil panen tembakau di Pasar Temon, Desa Biting, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Sabtu (1/4/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Hasil panen tembakau di Dusun Temon tidak dijual ke inudstri rokok, melainkan di pasar tembakau di Dusun Temon.

    Madiunpos.com, PONOROGO — Cahaya matahari mulai menyingkap bilik-bilik gelap di Desa Biting, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (1/4/2017) sekitar pukul 05.00 WIB. Beberapa perempuan lanjut usia menenteng karung berisi barang dagangan dan kemudian dijual di Pasar Temon yang berada di jalan kampung desa itu.

    Pasar Temon berada di pintu masuk Dusun Temon, Desa Biting. Pasar Temon merupakan pasar kecil yang hanya buka setiap Wage dan Legi. Pada hari selain Wage dan Legi, tidak ada aktivitas jual beli di pasar itu. Pasar Temon sebenarnya pasar tembakau, namun pada waktu yang bukan panen raya tembakau pasar tersebut menjadi pasar sembako dan hasil palawija.

    Juminah, 90, duduk dan menunggu orang datang ke lapaknya. Mbah Jum, panggilan akrabnya, mengaku sudah berada di Pasar Temon sejak pukul 05.00 WIB. Setiap Wage dan Legi, kalau tidak ada acara yang mendesak, ia selalu berada di pasar tradisional itu.

    Tujuannya di Pasar Temon untuk bertransaksi jual beli tembakau dari para petani yang masih menyimpan hasil panenannya. Dari rumahnya yang berada di Desa Purwantoro, Kecamatan Purwantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, ia hanya membawa beberapa karung. Kemudian di pasar itu, ia duduk dan menunggu warga desa atau petani yang hendak menjual tembakau mereka.

    “Dari rumah saya ke Pasar Temon ini sekitar 15 menit. Saya naik mobil barang ke sini,” ujar Mbah Jum yang mengaku sudah 20 tahun berjualan di Pasar Temon.

    Kualitas Tembakau

    Tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan tembakau di pasar yang hanya beroperasi sekitar tiga jam itu. Sejak membuka dhasaran hingga sekitar pukul 07.00 WIB, ia sudah mendapat 30 kg tembakau berbagai jenis dari para petani.

    Mbah Jum membeli tembakau dengan berbagai harga yang telah disepakati. Tidak ada acuan baku mengenai harga tembakau di pasar itu, namun penentuannya disesuaikan dengan kualitas tembakau. Soal ini, Mbah Jum sangat ahli yaitu dengan memegang dan mencium tembakau yang dijual sudah tahu kualitas dan harga yang akan ditawarkan.

    “Saya sudah mengenali jenis dan kualitas tembakau hanya dengan mencium dan memegangnya. Saya sudah berbisnis tembakau sejak usia masih 20 tahunan,” kata dia.

    Dari pengalamannya itu, Mbah Jum mengakui kualitas tembakau Temon dan harganya tergolong paling mahal dibandingkan tembakau di Ponorogo lainnya. Harga per plastik berisi 10 catok atau sekitar 3 kg tembakau Temon bisa mencapai Rp300.000. Padahal untuk tembakau jenis lainnya hanya dihargai Rp120.000 per plastik berisi 10 catok tembakau.

    “Saya selain menunggu petani menjual tembakau di pasar ini, terkadang saya juga keliling kampung untuk mencari tembakau di rumah petani,” ujar janda yang memilik tujuh anak ini.

    Setelah mendapatkan tembakau dari pasar itu, selanjutnya Mbah Jum menjualnya kembali ke pedagang tembakau. Ia menyebut pedagang yang kerap mengambil barang darinya yaitu pedagang dari Wonogiri dan Pacitan.

    Selama ini, Mbah Jum hanya menjual tembakau tersebut ke pedagang eceran dan bukan ke industri. Stok tembakau miliknya sangat bergantung pada panen raya tembakau di Desa Biting. Kalau pada saat panen raya, ia bisa mendapatkan puluhan kg tembakau dalam sekejap. Tetapi, saat tidak musim panen, ia mengaku harus keliling untuk mendapat barang dagangan itu.

    Seorang pedagang bumbu dapur di Pasar Temon, Muniyem, 72, mengatakan Pasar Temon ini baru ada sekitar 20 tahun lalu. Pasar ini sebenarnya adalah pasar tembakau. Namun, pada saat tidak musim panen raya, pasar ini berubah menjadi pasar palawija dan sembako.

    “Ini kalau musim panen penuh dengan tembakau. Kalau sekarang kan tidak musim panen, jadi hanya beberapa pedagang saja yang datang,” kata dia kepada Madiunpos.com di lokasi.

    Industri Rokok

    Muniyem yang juga petani tembakau di Dusun Temon mengaku setiap panen tembakau selalu menjualnya di Pasar Temon. Hasil panen musim lalu telah habis dijual karena kebutuhan yang mendesak.

    “Biasanya kalau kebutuhannya tidak mendesak ya tidak dijual semua. Biasanya disimpan, kalau lagi butuh baru dijual,” ujar warga Dusun Temon itu.

    Perangkat Desa Biting, Slamet, menuturkan Pasar Temon memang menjadi pusat peredaran tembakau Temon. Pada musim panen, ada puluhan pedagang dan pembeli yang ada di pasar itu untuk transaksi jual beli tembakau.

    Biasanya yang membeli tembakau di petani Temon yaitu tengkulak dari berbagai daerah dan kemudian dijual lagi. Peredaran tembakau Temon pun tidak terdeteksi hingga sampai mana.

    “Pernah ada tengkulak yang menjual tembakau Temon ke luar pulau Jawa, tapi memang tidak terus menerus,” ujar Slamet yang juga menjadi ketua Paguyuban Petani Tembakau di Dusun Temon itu.

    Selama ini peredaran tembakau Temon memang hanya mengandalkan pasar tradisional itu. Selain itu, peredarannya hanya sebatas di wilayah lokal dan masuk ke pedagang eceran. Tembakau Temon tidak masuk ke industri rokok.

    Pada tahun 2007, kata Slamet, tembakau Temon sempat menjalin kerjasama dengan industri rokok PT Sampoerna. Namun kerja sama itu hanya berjalan satu tahun dan petani enggan memperpanjang kontrak.

    Alasan petani tidak memperpanjang kontrak antara lain harga yang ditawarkan PT Sampoerna untuk tembakau Temon hanya Rp27.000/kg, padahal pada tahun itu harga tembakau Temon bisa mencapai Rp100.000/kg. Selain persoalan harga, petani juga tidak terbiasa menjual seluruh hasil tembakau dalam sekali waktu. Karena bagi petani di Temon, tembakau adalah tabungan yang harus disimpan dan dijual saat membutuhkan uang.

    “Saat ini setiap tahun ada perusahaan yang ingin menjalin kerja sama dengan petani tembakau Temon, namun petani tetap menolak dan ingin menjual tembakaunya secara tradisional,” ucap Slamet.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.