RAHASIA MENULIS : Inilah Rahasia Menulis Para Alim Ulama Zaman Dulu

RAHASIA MENULIS : Inilah Rahasia Menulis Para Alim Ulama Zaman Dulu ilustrasi

    Rahasia menulis para alim ulama dibeberkan oleh seorang pengasuh pondok pesantren ini.

    Madiunpos.com, PONOROGO – Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tauhid Cirebon, Jawa Barat, KH Husein Muhammad mengajak umat Islam untuk membangkitkan kembali budaya menulis dengan membangun kebiasaan yang bersentuhan dengan literasi itu.

     

    "Saya tidak pernah pergi-pergi tanpa membawa buku untuk dibaca. Dari membaca itu akan muncul inspirasi untuk menulis," katanya pada seminar dan peluncuran buku "Membaca dan Menggagas NU ke Depan" di Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (14/3/2015).

     

    Pendiri Institut Studi Islam Fahmina yang telah menghasilkan puluhan buku itu mengemukakan bahwa ulama masa lampau banyak sekali yang menghasilkan karya tulis dalam bentuk buku, seperti KH Nawawi Al Bantani, Syekh Ihsan Jampes Al Kadiri, Syekh Yasin Padang, Syekh Jalil dan lainnya.

     

    "Syekh Ihsan Jampes itu karya-karyanya diakui internasional dan menjadi kajian di Al Azhar Kairo. Kiai Nawawi Al Bantani itu dalam satu hari belajar 12 ilmu pengetahuan dan Syekh Jalil setiap hari menulis 14 halaman," kata penulis buku, antara lain "Fiqih Seksualitas", "Fiqih HIV/AIDS" dan "Islam Agama Ramah Perempuan" itu.

     

    Alumnus Al Azhar Kairo itu mengemukakan bahwa apa yang dinikmati umat saat ini adalah buah yang telah ditanam (karya yang ditulis) oleh ulama terdahulu. Karena itu umat saat ini juga harus menanam atau berkarya agar bisa dinikmati oleh umat di masa mendatang.

     

    "Yang akan abadi itu adalah karya tulis. Tapi harus ditulis dengan hati yang tulus. Ulama yang bukunya kita baca yang masuk ke dalam hati kita karena ditulis dengan hati yang bening, tanpa hasrat apapun, kecuali memberi saja. Memberi itu tidak akan pernah berkurang," ujarnya.

     

    Ia menceritakan bahwa ulama terdahulu dengan fasilitas sangat terbatas, namun karyanya luar biasa, baik jumlah maupun kualitasnya. Zaman dulu kertas dan tinta sangat terbatas.

     

    "Internet tidak ada, listrik juga tidak ada, tapi bisa menulis beribu-ribu lembar. Imam Syafi'i, penanya menjadi cahaya, Imam Nawawi telunjuknya menjadi cahaya. Betapa kegelapan ruang tidak menghalangi beliau untuk terus menulis," ujarnya.

     

    Husein menyarankan seseorang yang ingin menulis dimulai dari hal-hal kecil, seperti catatan perjalanan atau pertemuan dengan seorang tokoh.

     

    Sementara ulama muda yang juga pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura, KH M Faizi, MFil, mengatakan seorang penulis itu harus pandai mengambil sudut pandang berbeda dari biasanya sehingga menghasilkan karya menarik.

     

    Sementara buku "Membaca dan Menggagas NU ke Depan; Senarai Pemikiran Orang Muda NU" itu merupakan inisiatif Litbang PCNU dan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ponorogo. Sejumlah tokoh menuangkan pemikirannya dalam buku itu, antara lain KH Imam Sayuti Farid (Rois Syuriah PCNUy, Dr Sutejo (Ketua Litbang PCNU dan budayawan) dan Abid Rohmanu (Ketua ISNU).

     



    Editor : Aries Susanto

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.