ANGKOT SURABAYA : Ini Alasan Sopir Angkot Tolak PP Angkutan Jalan

ANGKOT SURABAYA : Ini Alasan Sopir Angkot Tolak PP Angkutan Jalan Demo awak angkot di Surabaya, Selasa (12/5/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Didik Suhartono)

    Angkot Surabaya dan sekitarnya memblokade jalur jalan depan rumah dinas Gubernur Jatim. Apa alasannya?

    Madiunpos.com, SURABAYA — Jalur jalan utama di pusat Kota Surabaya, Selasa (12/5/2015), lumpuh. Sekitar 6.000 sopir dari 35 trayek di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo, mogok dan memblokade jalur jalan itu. Apa alasan tingkah nekat mereka itu?

    Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI) melalui aksi tersebut menebar pesan penolakan atas Peraturan Pemerintah (PP) No.74/2014 tentang Angkutan Jalan yang ditindaklanjuti surat edaran pemprov, Januari 2015 lalu itu. Ketentuan itu mereka nilai tak prorakyat.

    Bukan tanpa alasan. Argumentasi yang sistematis dipaparkan Koordinator SPTI Hamid Gondrong terkait PP No.74/2014. Sebagaimana dikemukakan Kepala Dinas Pendapatan Jatim Bobby Soemiarsono PP No.74/2014 itu menjanjikan diskon pajak 40%--bahkan rencananya bakal diambah hingga 70% bagi angkot operator yang berbadan hukum.

    Nyatanya, ketentuan itu justru dianggap membebani para sopir angkot. “PP tersebut membebani kami selaku sopir angkot, karena kami dipaksa pensiun saat umur 50 tahun. Sesudahnya, kepemilikan surat tanda motor kendaraan harus dibalik nama menjadi milik koperasi,” jelas Koordinator SPTI Hamid Gondrong, di sela-sela aksinya mogok.

    Sulit Perpanjang STNK
    Dalam regulasi tersebut, angkot yang tidak berbadan hukum tidak dapat melakukan perpanjangan STNK. Dengan kata lain, mereka tidak dapat beroperasi untuk mencari penumpang. Aturan itu diberlakukan dengan tenggat 1 Maret 2015.

    Menurutnya, mayoritas angkot di Ibu Kota Jatim dan sekitarnya masih milik pribadi. Hanya sebagian kecil yang sudah berbentuk perseroan terbatas (PT) atau comanditaire vennootshcap (CV) dan bernaung di dalam wadah koperasi.

    Lebih lanjut dia mengatakan pula keberatan para sopir juga terkait tidak adanya jaminan atas kepemilikan armada yang mereka operasikan setelah pensiun. Padahal, banyak dari mereka yang membeli armada dengan menggunakan utang.

    Kurangi Pendapatan
    Sementara itu, anggota SPTI Jatim Hamin berpendapat kewajiban berbadan hukum akan mengurangi pendapatan bersih sopir di Surabaya, yang selama ini hanya mencapai Rp100.000/hari.

    “Seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak [BBM] dan suku cadang, keharusan berbadan hukum akan menciptakan beban baru bagi kami. Pengusaha angkot tidak mampu meningkatkan pendapatan dan kelayakan operasional angkutan,” paparnya.

    Dia juga bersikeras dengan membayar pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKP) saja sebenarnya sudah cukup bagi sopir angkot untuk berkontribusi kepada kas negara. “Tidak perlu harus ikut koperasi.”

     



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.