ASURANSI PERTANIAN : Petani Tulungagung Kurang Minati AUTP, Ini Sebabnya

ASURANSI PERTANIAN : Petani Tulungagung Kurang Minati AUTP, Ini Sebabnya Petani membajak sawah di Tulungagung, Senin (23/11/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

    Asuransi pertanian kurang diminati petani Tulungagung.

    Madiunpos.com, TULUNGAGUNG - Petani di Kabupaten Tulungagung dinilai kurang berminat terhadap program asuransi pertanian atau Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Hal itu mengacu jumlah kepesertaan AUTP selama kurun tahun 2016 yang masih jauh dari target.

    "Jumlah kepesertaan memang belum tinggi. Namun kami akan terus mengupayakan melalui serangkaian sosialisasi dan fasilitasi pengenalan produk." kata Kasi Pembiayaan dan Permodalan Triwidiono Agus Basuki di Tulungagung, Selasa (12/7/2016).

    Dia menerangkan dari total luas sawah yang mencapai 50.000 hektare, peserta asuransi pertanian hanya mencapai 1.132 hektare.

    Selebihnya, kata Basuki yang akrab disapa Oki, petani masih enggan mendaftar program asuransi pertanian karena dianggap memberatkan.

    "Padahal beban premi ini hanya sekitar 30 persennya yang ditanggung petani dengan nominal sangat terjangkau. Pemerintah sebagian besar beban preminya dengan mekanisme subsidi silang," ujar dia.

    Ia mengatakan, sebaran kesertaan asuransi pertanian saat ini ada di Kecamatan Ngunut, Rejotangan, Karangrejo, Sumbergempol, Gondang, Boyolangu, Bandung dan Tulungagung.

    "Dari 19 kecamatan di Tulungagung, terdiri 14 kecamatan yang rawan akan dampak gagal panen [puso]," ujar Oki. Dia menjelaskan asuransi tersebut penting untuk membantu petani yang mengalami gagal panen.

    Semisal tanaman padi yang terkena bencana banjir, kekeringan, ataupun serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan asumsi kerusakan sekitar 75 persen dari luasan tanam, kata dia, maka petani berhak mendapatkan ganti rugi.

    Oki menjelaskan, premi yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp180.000 sementara yang harus dibayar setiap satu kali masa tanam dengan luasan satu hektare tanaman padi.

    Namun, petani tidak harus membayar senilai tersebut karena pemerintah telah menyubsidi pembayaran premi sekitar 80 persen atau setara Rp144.000, sedangkan yang dibebankan kepada petani sekitar Rp36.000 per hektare.

    "Dengan premi sebesar itu, petani yang mengalami gagal panen akan mendapatkan ganti rugi senilai Rp6 juta per hektarenya," kata Oki.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.