BARANG LANGKA : Kisah Sunan Kalijaga di Balik Bambu Petuk Bernilai Rp1 Miliar

BARANG LANGKA : Kisah Sunan Kalijaga di Balik Bambu Petuk Bernilai Rp1 Miliar Ilustrasi Sunan Kalijaga (www.indomagic.com)

    Barang langka berupa bambu petuk diyakini sejumlah kalangan masyarakat tak sekadar memberikan tuah. Apakah itu?

    Madiunpos.com, MADIUN – Bambu petuk atau pring petuk secara fisik memang memiliki keunikan pada ujung tunas atau dahannnya yang saling bertemu. Keunikan ini banyak dipercaya orang-orang menyimpan tuah untuk penglarisan, kelanggengan jabatan dan kekuasaan, hingga penyembuhan berbagai penyakit.

    Namun di balik berbagai tuah tersebut, bambu petuk sesungguhnya memiliki pesan-pesan spiritual. Salah satu paranormal yang juga merawat bambu petuk, Eyang Samudra, mengisahkan awal mula bambu petuk tak bisa dilepaskan dari kisah Sunan Kalijaga.

    Menurut Samudra, bambu petuk adalah tongkat yang dipakai Sunan Kalijaga ketika melakukan tahanus atau uzlah di sebuah sungai. Tongkat yang dipakai penyebar agama Islam tersohor itulah yang kemudian dipercaya masyarakat memiliki kesaktian.

    “Istilah petuk, atau ruas yang saling bertemu, memiliki makna bahwa manusia baru bisa mencapai tingkatan sakti paling hakiki ketika sudah bertemu dengan Sang Pencipta. Inilah makna petuk yang sesungguhnya,” ujar Samudra ketika ditemui Madiunpos.com di padepokannya, Dusun Ngepoh, RT 027/ RW 007 Desa Metesih, Kecamatan Jiwan, Madiun, Senin (2/2/2015).

    Dalam pandangan Islam, bertemu dengan Sang Pencipta diistilahkan orang yang makrifat atau orang arif. Orang yang mencapai derajat makrifat adalah mereka yang menempuh perjalanan/ suluk melalui thoriqoh untuk menyingkap ilmu hakikat. Setelah menjalani laku thoriqoh dan menyingkap hakikat, maka insan tersebut akan mencapai derajat manusia paripurna atau insan kamil.

    “Di sinilah, makna petuk yaitu bertemu dengan Sang Maha Kuasa setelah melalui laku panjang,” paparnya.

    Pesan spiritual inilah yang tak banyak orang ketahui. Sehingga banyak orang memburu kesaktian pring petuk, namun melupakan makna yang paling hakiki dari keunikan benda tersebut.

    “Sah-sah saja orang meyakini kesaktian pring petuk ini. Namun, jika seorang tak menemukan kesaktian yang hakiki di balik pring ini, yakni Tuhan Yang Maha Esa, maka ia hanya mendapatkan duniawi,” pesannya.



    Editor : Aries Susanto

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.