BECAK LAWU : Tak Sekadar Keahlian, Tapi Juga Butuh Nyali untuk Menyetir Mobil “F1” Ini

BECAK LAWU : Tak Sekadar Keahlian, Tapi Juga Butuh Nyali untuk Menyetir Mobil “F1” Ini Becak Lawu (JIBI/Solopos/Aries Susanto)

    Becak Lawu adalah sebuah julukan untuk kendaraan tak bermesin yang hanya beroperasi di Lereng Lawu. Butuh nyali besar untuk menyetirnya.

    Madiunpos.com, MAGETAN – Kendaraan ini memang tak bermesin, namun tak semua orang bisa mengendalikan dan berani menyetirnya. Maklum saja, kendaraan ini  tak memiliki stang untuk membelokkan. Celakanya lagi, transportasi ini juga tak dilengkapi safety ridding selain sebatang tuas untuk menarik rem manual yang terbuat dari batang kayu dililit ban bekas. Dan itu hanya ada dalam diri Becak Lawu.

    “Kendali utamanya ialah kaki untuk membelokkan roda dan rem manual untuk menahan laju. Tapi, yang terpenting lagi, ya nyali,” papar Sutrisno, warga pengguna Becak Lawu asal Desa Klaten, Kecamatan Plaosan, Magetan saat berbincang dengan Madiun Pos di di tepi jalan raya Solo-Magetan, Senin (4/5/2015).

    Soal nyali ini, memang tak semua orang berani. Bayangkan saja, Becak Lawu ini terbiasa meluncur kencang bak mobil F1 yang meliuk-liuk di jalur berbahaya, di mana sisi kanan-kirinya penuh jurang menganga dan tebing. Tak hanya itu, jika kehilangan kendali, Becak Lawu ini bisa saja oleng dan terlempar lantaran saking kencangnya melaju.

    “Nih liat, telapak tangan saya bekas jahitan semua gara-gara kejungkal saat nyetir Becak Lawu,” sambung Sutrisno.

    Jika musim hujan tiba, tantangan pengemudi Becak Lawu lebih ekstrem lagi. Pasalnya, jalan raya serasa kian licin. Sementara, kemampuan rem becak manual hanya mengandalkan seberapa kuat tenaga mereka menarik tuas rem yang hanya berupa kayu dililit bekas ban itu.

    “Sudah biasa selip itu. Remnya misalnya mendadak blong karena hujan. Kadang, rem sering kesangkut kayu juga,” jelas Sutrisno.

    Menurut Sutrisno, pemilik Becak Lawu di Plaosan ada puluhan orang. Mereka rata-rata adalah masyarakat kecil, kurang mampu, yang hidup dari merumput dan mencari kayu bakar. Dan transportasi itu betapa pun bahayanya, tetap mereka jadikan alat utama setiap hari untuk mengangkut rumput dan kayu bakar di Lereng Lawu.

    “Apalagi sekarang harga elpiji kadang sampai Rp20.000. Kalau saya, jelas enggak mampu. Mending cari kayu bakar,” sahut Sumanto, warga lainnya yang sehari-hari merumput dengan memakai Becak Lawu.



    Editor : Aries Susanto

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.