DAERAH TERTINGGAL PONOROGO : 8 Pasangan Tunagrahita di Kampung Idiot Menikah, Punya Anak Normal

DAERAH TERTINGGAL PONOROGO : 8 Pasangan Tunagrahita di Kampung Idiot Menikah, Punya Anak Normal Misidi, 40, penyandang tunagrahita ringan beraktivitas membuat tusuk sate di depan rumahnya di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Ponorogo, Selasa (24/5/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Daerah tertinggal Ponorogo yang dikenal sebagai Kampung Idiot terus berbenah.

    Madiunpos.com, PONOROGO — Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Ponorogo, Jawa Timur, dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan publik. Desa itu menjadi sorotan karena keberadaan 98 warga setempat yang menyandang tunagrahita atau down syndrome.

    Sebagian orang menyebut Desa Karangpatihan sebagai Kampung Idiot. Padahal sebenarnya keberadaan 98 penyandang tunagrahita itu hanya sebagian kecil dari sekitar 4.000 warga desa setempat.

    Pantauan Madiunpos.com di Desa Karangpatihan, Selasa 924/5/2016), sejumlah penyandang tunagrahita tengah jalan-jalan di sepanjang jalan desa. Selain itu, warga tunagrahita lainnya terlihat duduk-duduk di depan rumah, tapi ada pula yang beraktivitas dengan memberi makan di kolam ikan.

    Kepala Desa Karangpatihan, Eko Mulyadi, mengatakan saat ini ada 98 warga Desa Karangpatihan menyandang tunagrahita. Seluruh warga tunagrahita itu merupakan warga miskin.

    Eko mengatakan dari 98 penderita tunagrahita itu terdiri atas 48 penyandang tunagrahita ringan, 45 penyandang tunagrahita sedang, dan lima penyandang tunagrahita berat. Dua orang di antara mereka disekolahkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) Kartini, Temanggung, Jawa Tengah.

    “Untuk penderita tunagrahita ringan dan sedang biasanya bisa berjalan dan bisa beraktivitas, sedangkan untuk tunagrahita berat biasanya sudah tidak bisa beraktivitas,” kata dia saat ditemui Madiunpos.com di ruang kerjanya, Selasa.

    Eko menambahkan dari 98 penyandang tunagrahita ada delapan pasangan dinikahkan dan saat ini telah memiliki keturunan. Bahkan ada pasangan mempunyai dua anak. Seluruh anak hasil pernikahan penderita tunagrahita tidak mewarisi keterbelakangan mental yang disandang orang tua mereka.

    “Sebenarnya dahulu ada penolakan untuk menikahkan penderita tunagrahita. Tetapi, mereka memiliki hasrat dan ingin menikah, lantas kami langsung menikahkan mereka. Itu kan hak mereka, kami tidak bisa melarangnya. Dan buktinya anak mereka juga tidak menjadi penderita tunagrahita seperti orang tua mereka,” jelas dia.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.