GERAKAN RADIKAL : Gerakan Non-Mainstream Dituding Bentuk Lain Radikalisme Islam

GERAKAN RADIKAL : Gerakan Non-Mainstream Dituding Bentuk Lain Radikalisme Islam Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Zuly Qodir. (JIBI/Solopos/Antara/Endang Sukarelawati)

    JIMM Malang menengarai berkembangnya gerakan Islam yang gemar menghujat kelompok lain padahal hanya belajar daei Internet.

    Madiunpos.com, MALANG — Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Zuly Qodir menyoroti gerakan Islam non-mainstream yang lebih suka belajar agama Islam dari penelusuran Google di Internet ketimbang dari ahlinya. Gerakan Islam non-mainstream dituding sebagai bentuk lain radikalisme.

    Kalangan baru di antara umat Islam Indonesia ini menganggap kelompoknya yang paling benar dan bermanfaat. Mereka bahkan gemar menghujat kelompok lain yang justru belajar Islam dari sumber yang lebih otentik dan ilmiah.

    Fakta-fakta tersebut ditulis dalam buku Zuly yang berjudul Gerakan Islam Nonmainstream di Indonesia. Dalam buku yang ditulis melalui penelitian di Solo itu disebutkan kelompok gerakan non-mainstream di Solo dan fenomena Islam politik pada Pemilu 2014.

    Disayangkan Zuly, kelompok non-mainstream ini tidak belajar Islam dari ahlinya, yaitu para dosen atau ulama. Mereka memilih belajar Islam dari Internet dan memanfaatkan media yang mereka ciptakan sendiri ketimbang dari sumber yang lebih otentik dan ilmiah.

    Menurut Zulym banyak sekali gerakan-gerakan Islam non-mainstream di Indonesia yang anggotanya sedikit, namun bersuara keras. Mereka bahkan menghujat kelompok lain.

    Gerakan-gerakan radikal tersebut, bukan hanya kuat bertahan di antara gerakan Islam mainstream seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kadang kala, mereka juga menganggap kelompoknya yang paling benar dan bermanfaat.

    Malang Eksotik
    Zuly dalam Gerakan Islam Nonmainstream di Indonesia itu juga menyebut wilayah Malang Raya akhir-akhir ini menjadi sebuah kota yang cukup eksotik bagi gerakan radikal. Hal itu, menurut dia ditunjukkan dengan sejumlah temuan Densus 88 maupun para peneliti asing.

    "Wilayah Malang Raya bisa saja menjadi basis gerakan radikal seperti Kota Solo. Bahkan, saat ini banyak kegiatan keagamaan Islam yang di belakangnya ada kepentingan-kepentingan politik dari pihak tertentu," kata Zuly Qodir sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara, Rabu (21/10/2015).

    Senada dengan Zuly, Kepala PSIF UMM Pradana Boy mengatakan Malang telah menjadi daerah yang potensial bagi kelompok-kelompok Islam yang tidak toleran. Hal itu, kata Pradana Boy, dapat dilihat dari ditemukannya aktor intelektual Bom Bali Azahari bin Husin pada 2005 di kota Batu serta tertangkapnya tiga terduga anggota ISIS di Malang baru-baru ini.

    "Sekarang ini banyak kelompok Islam yang merasa berhak menjadi juru bicara agama, merasa bahwa pendapatnya yang paling benar," ujarnya.

    Bentuk Lain Radikalisme
    Cara-cara seperti itu, kata Pradana Boy, itu adalah bentuk lain dari radikalisme, yakni memaksakan pendapatnya sendiri. "Perbedaan tafsir dan cara pandang adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan, karena kita hidup dengan jarak lebih dari 1.400 tahun dari era Nabi Muhammad," ujarnya.

    Ia mengemukakan untuk meminimalisasi perbendaan pendapat tersebut, setiap bulan PSIF UMM rutin mengadakan kajian Islam dengan ragam jenis acara mulai dari seminar, bedah buku, hingga bedah hasil penelitian.

    "Hal ini karena wacana Islam non-mainstream belum banyak diperbincangkan dalam ruang akademik, padahal literasi dan moderasi pemahaman keagamaan merupakan hal yang mutlak diperlukan agar tidak terjebak dalam absolutisme dalam beragama," ucapnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.