GULA JATIM : Pergulaan Jatim Merugi, Pemerintah Diminta Peduli

GULA JATIM : Pergulaan Jatim Merugi, Pemerintah Diminta Peduli

    Gula Jatim terdesak timbunan stok yang dipengaruhi gula kristal rafinasi.

    Solopos.com, SURABAYA — Para pemangku kepentingan pergulaan di Jawa Timur menuntut pemerintah lebih melindungi produsen tebu dan gula Jatim. Desakan itu mengemuka di tengah kerugian besar akibat timbunan stok awal tahun provinsi yang diklaim lebih dari 900.000 ton.

    Direktur Produksi PT PTPN XI (Persero) Aris Toharisman memprediksi industri gula Jatim tahun 2015 ini bakal memasuki masa lebih suram, akibat harga jual yang rendah. Salah satu pemicunya masih seputar melimpahnya gula kristal rafinasi (GKR) di pasar konsumsi.

    “Dalam menghadapi MEA, gula lokal tak bisa dibiarkan bersaing penuh dengan gula impor. Pemerintah perlu cepat hadir dengan kebijakan yang bisa menenangkan petani tebu,” jelas Aris Toharisman dalam Sarasehan Keprihatinan Petani Tebu dan Gula di Surabaya, Selasa (20/1/2015).

    Dia menyebut akibat melimpahnya stok awal tahun gula Jatim, harga gula kristal putih (GKP) di Jatim merosot. Sebagai gambaran, stok gula PTPN XI akhir 2014 adalah 242.870 ton, terdiri atas 61.458 ton milik pabrik gula (PG), 16.578 ton milik petani, dan 164.834 ton milik pedagang.

    Dari jumlah stok tersebut, sambung Aris Toharisman, sekitar 16.711 ton di antaranya merupakan gula produksi 2013. Situasi tersebut membuat petani dan perusahaan gula rugi besar, karena harga lelang rata-rata tahun lalu turun 13,61% dibandingkan periode sebelumnya.

    Lumbung Gula Nasional
    Jatim selaku lumbung gula nasional—dengan kontribusi 50% terhadap total produksi GKP Indonesia—melibatkan sedikitnya 650.000 petani dari 31 PG, dan ribuan tenaga kerja lain mulai dari sektor budidaya tebu, angkutan, jasa, ritel, dan pengolahan sektor hilir.

    “Sekitar 92% pasokan tebu pabrik-pabrik di Jatim dari total areal seluas 200.000 ha berasal dari tebu rakyat. Oleh karena itu, penurunan keuntungan industri gula akan memicu penurunan produksi gula Jatim yang berdampak langsung terhadap produksi gula nasional.”

    Oleh karena itu, dia menyarankan beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan pemerintah untuk mengurai benang kusut pergulaan di basis produksi nasional itu. Pertama, menyubstitusi penggunaan GKR menjadi GKP bagi industri makanan minuman di Jatim.

    Kedua, membatasi jumlah pabrik gula rafinasi di Jatim dengan pertimbangan selama 20 tahun ke depan Indonesia tidak membutuhkan pabrik rafinasi tambahan. Ketiga, mengawasi distribusi GKR dan memastikan ICUMSA-nya benar-benar maksimal 45 iu.

    Keempat, memaksimalkan serapan gula mentah lokal melalui pengembangan perkebunan tebu khusus untuk raw sugar, dan kerja sama antarpabrik kecil dan rugi untuk menghasilkan gula mentah bagi kebutuhan mereka.

    Kelima, memfungsikan Perum Bulog (Persero) stabilitator harga gula. Keenam, mengintegrasikan pengelolaan on dan off farm. Ketujuh, pengembangkan riset dan pemberdayaan. Kedelapan, menjaga independensi organisasi petani tebu.

     



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.