KAMPUNG INGGRIS PARE : Inilah Sosok Rendah Hati Pendiri Kampung Inggris Pare

KAMPUNG INGGRIS PARE : Inilah Sosok Rendah Hati Pendiri Kampung Inggris Pare kalend bersama istrinya (de3nhana.blogspot.com)

    Kampung Inggris Pare menjadi sebuah sebutan nama yang harum dan termasyhur di Nusantara. Keberadaanya tak bisa dilepaskan dari sosok yang satu ini. Siapakah dia?

    Madiunpos.com, KEDIRI – Ketika menyebut nama Pare, maka ingatan seseorang akan langsung tertuju pada sebuah kota kecil di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Di kota itulah, ribuan para pelajar dari berbagai daerah di Nusantara dan mancanegara berdatangan saban tahun untuk belajar bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris.

    Dari perjalanan itulah, Pare—kota yang pernah diteliti antropolog kaliber dunia, Clifford Geertz—kemudian menjelma menjadi nama Kampung Inggris yang cukup terkenal dan disegani. Di sana, puluhan bahkan seratusan lebih pusat-pusat belajar bahasa asing menjamur bak cendawana di musim hujan.

    Tempat-tempat pelatihan bahasa itu berdiri bukan di sebuah gedung megah layaknya universitas. Tempat belajar di sana hanya dengan memanfaatkan pelataran rumah warga, serambi masjid, ladang kebun, pondok pesantren, serta ruangan-ruangan yang disekat dan disulap menjadi tempat belajar. Mereka menyatu dengan denyut nadi warga setempat selama bertahun-tahun.

    Bukan hanya itu, para jawara tata bahasa asing Pare juga tak henti berlomba untuk menemukan formula dan metoda belajar bahasa asing yang mudah, simple, murah, dan menyenangkan. Tentu saja, mutu dan keahlian masing-masing padepokan bahasa mereka telah teruji semua. Dan sampai saat ini, sudah tak terhitung lagi berapa jumlah para pelajar, sarjana, dan hingga para doktor telah menimba ilmu bahasa di Pare.

    Pertanyaannya, siapakah orang yang berjasa besar menyulap Pare hingga menjadi kampung bahasa ternama itu?
    Muhammad Kalend Osen. Iya, dialah sosok yang melegenda di Kampung Inggris Pare. Kalend adalah orang pertama kali yang mbabat alas sehingga nama Pare menjadi tersohor sebagai kampung bahasa seperti saat ini.

    Lelaki kelahiran 20 Februari 1945 silam ini sebenarnya adalah warga yang lahir di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Di kampung halamannya, ia seorang guru. Namun, rasa hausnya akan ilmu pengetahuan, akhirnya ia merantau ke Tanah Jawa dan berguru kepada sejumlah Kiai di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo.

    Meski usianya kala itu sudah memasuki 27 tahun, namun bagi Kalend menimba ilmu tak pernah ada batas usianya. Di sana, Kalend tak sampai lulus. Ia hanya mampu mengenyam pendidikan hingga kelas lima Kuliatul Muallimin Al Islamiyah di tengah perbekalannya yang kian menipis. Saat itu, usia dia menginjak 31 tahun.

    Sekitar 1976, Kalend disarankan gurunya di Ponpes Gontor untuk menemui KH. Ahmad Yazid Ibnu Thohir, seorang kiai besar di Dusun Singgahan, Pelem, Pare, Kediri. Kalend diminta mengabdikan diri kepada Kiai Yazid agar mendapatkan keberkahan.

    Sosok Kiai Yazid dalam literatur disebut sebagai pengasuh Pondok Darul Falah. Selain itu, Kiai Yazid juga dikenal menguasai sembilan bahasa asing. Dalam catatan sejarah, Kiai Yazid kerap menjadi pendamping Presiden Soekarno sebagai penerjemah ketika ada tamu-tamu asing. Tak hanya itu, ia juga pernah menjadi teman diskusi seorang antropolog kaliber dunia bernama Clifford Geertz.

    Menariknya, Kalend tinggal di kediaman Kiai Yazid bukan menghabiskan waktunya untuk belajar bahasa. Melainkan, lebih banyak membantu bersih-bersih kediaman dan pondok pesantren Kiai Yazid. Namun, ketulusan hati Kalend inilah yang membuat derajatnya terangkat. Ilmu-ilmu yang ia pelajari selama di Gontor memancar kemilau.

    Suatu hari, dua mahasiswa semester akhir IAIN Sunan Ampel, Surabaya datang ke Pare dan ingin berguru Bahasa Inggris kepada Kiai Yazid. Mereka belajar lantaran akan menjalani ujian akhir bahasa Inggris di kampusnya demi meraih gelar sarjana. Namun karena Kiai Yazid sedang keluar daerah, istri Kiai Yazid menyarankan untuk belajar Bahasa Inggris kepada Kalend.

    Kalend memberanikan diri untuk mengajar dua mahasiswa itu, walau ia sadar belum pernah mengenyam bangku kuliah. Selama lima hari di Masjid Darul Falah itulah, Kalend menghabiskan waktu untuk membahas 350 soal dari dua mahasiswa itu. Hasilnya, sungguh di luar dugaan. Dua mahasiswa itu terkesima dengan kecerdasan Kalend.

    Dari situlah, nama Kalend tersebar dari mulut ke mulut. Banyak santri yang kemudian berguru kepada Kalend. Kalend mengajari santri-santrinya di serambi masjid. Semua santrinya yang belajar tanpa biaya.

    Kalend lantas mempersunting gadis desa setempat. Namun, semangatnya menebarkan ilmu bahasa tak padam. Ia lantas memberi nama forum “pengajiannya” itu BEC, yakni Basic English Course. Artinya kursusan bahasa Inggris tingkat dasar. Kalend sengaja memakai nama “basic” yang berarti “dasar”. Tujuannya, agar setiap santri lulusan BEC tetap memiliki sikap tawaduk dan tak sombong, betapapun telah menguasai bahasa tingkat mahir sekalipun.

    Ajaran inilah yang akan terus diwariskan Kalend kepada ratusan ribu murid-muridnya yang tersebar di pelosok Tanah Air. BEC, memang sebuah kursusan bahasa. Namun, di dalamnya terkandung ajaran kerendahhatian.



    Editor : Aries Susanto

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.