PELEMAHAN RUPIAH: Tren Impor Barang Konsumtif Justru Diprediksi Naik di Akhir 2015, Mengapa?

PELEMAHAN RUPIAH: Tren Impor Barang Konsumtif Justru Diprediksi Naik di Akhir 2015, Mengapa? Ilustrasi pelabuhan peti kemas (JIBI/Bisnis/Dok.)

    Pelemahan rupiah tidak mampu menahan gencarnya hasrat warga mengonsumsi barang impor di akhir 2015 ini.

    Madiunpos.com, SURABAYA — Gabungan Importir Nasional Indonesia (Ginsi) Jawa Timur memprediksi tren impor barang konsumtif akan meningkat sampai akhir 2015. Pelemahan nilai tukar diperkirakan tak mempengaruhi hasrat warga mengonsumsi barang impor yang memicu gencarnya impor barang konsumsi.

    Ketua GINSI Jatim Bambang Sukadi mengatakan tren impor barang konsumtif seperti barang fashion dan home appliance justru bakal meningkat di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Seikat (AS) pada pengujung 2015 ini. Tren itu diyakininya sebagai dampak dari turunnya anggaran pemerintah yang sepanjang semester lalu belum terserap dengan maksimal.

    "Anggaran pemerintah kan belum banyak yang turun pada semester I, nah semester ini katanya pemerintah gencar mendorong penyerapan anggaran, hal ini akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya konsumsi," jelasnya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Selasa (29/9/2015).

    Dia mengungkapkan, pada semester I tahun 2015 ini pun memang terjadi penurunan impor barang konsumtif. Bahkan untuk impor bahan baku juga turun akibat mahalnya nilai tukar dolar AS. "Kemarin para importir wait and see, melihat momen yang tepat untuk belanja barang konsumtif dan memilih impor bila ada permintaan," ungkapnya.

    Impor Bahan Baku
    Sementara itu, untuk impor bahan baku dan barang mesin, lanjut Bambang, cenderung stabil mengingat kebutuhan pabrik harus terus berproduksi, dan kontrak investasi di Jatim juga harus berjalan dengan tetap mendatangkan mesin-mesin pabrik. "Termasuk impor bahan baku pelumas mesin tetap dilakukan importir meskipun porsinya berkurang," ujar importir yang berkecimpung di bisnis impor pelumas mesin pabrik itu.

    Dia menuturkan, akibat nilai dolar yang tinggi itu pun, perusahaannya terpaksa menaikan harga pelumas mesin mencapai 2%-5% dari harga sebelumnya. Bahkan, lanjut President CEO Dwi Satria Raya Inc. Itu, sejak tiga tahun terakhir jumlah impor pelumas mesin dari Amerika Serikat yang digelutinya terus menurun karena pabrikan yang menjadi konsumennya beralih menggunakan pelumas mesin buatan dalam negeri.

    "Mungkin bagi mereka (pabrikan) sudah berat untuk biaya operasional pabrik sehingga beralih merek yang diproduksi dalam negeri karena harganya juga lebih murah dibandingkan harus impor," imbuhnya.

     



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.