13 Orang Meninggal Beruntun Kurang dari Sebulan, Warga Blitar Adakan Ruwatan

Sesepuh warga Kanigoro, Blitar, meyakini 13 warga yang meninggal disebabkan bala.

13 Orang Meninggal Beruntun Kurang dari Sebulan, Warga Blitar Adakan Ruwatan Warga Banjarsari, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro, Blitar, menggelar ruwatan. (detik.com)

    Madiunpos.com, BLITAR -- Warga di Lingkungan Bajarsari RT 003/RW 002, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro, Blitar, menggelar acara ruwatan setelah ada 13 warga yang meninggal dalam bulan ini. Mereka meyakini kematian warga ini karena bala.

    Ruwatan dilaksanakan dengan mengumpulkan takir. Yakni wadah persegi yang dibentuk dari daun pisang, diisi makanan tradisional lengkap. Mulai nasi gurih, sambal goreng, mie, telur dadar dan irisan mentimun.

    Seperti dilansir detik.com, Takir ditata berjejer di sepanjang jalan. Hampir semua warga keluar rumah dan duduk di depan deretan takir itu. Kemudian sesepuh kampung membacakan doa, sebelum acara diakhiri dengan makan takir bersama.

    "Ini ngruwat desa (merawat). Kami takiran di jalan kampung dan di Danyangan Jati Kurung. Buat tolak bala karena banyak warga kami yang meninggal," kata sesepuh sekaligus Ketua RT 003, Hartono, 60, Jumat (22/11/2019).

    Menurut Hartono, belum sebulan sebanyak 13 warga di Lingkungan Banjarsari meninggal secara beruntun. Bahkan dalam sehari, bisa dua sampai tiga orang meninggal secara bersamaan. Mereka meninggal ada yang karena sakit, kecelakaan, ada juga yang tiba-tiba meninggal tanpa sebab.

    Para sesepuh desa menilai musibah beruntun yang dialami warganya karena mereka melupakan tradisi yang seharusnya tiap tahun digelar. Yakni menggelar tayuban, kesenian tradisional berupa gerakan tarian yang dilakukan penari perempuan dan lelaki yang diiringi gamelan dan tembang.

    "Sejak ada perubahan desa menjadi kelurahan, tradisi tayub dihilangkan. Padahal danyangan Jati Kurung sejak dulu menghendaki itu setiap bersih desa bulan Selo. Atau menjelang Mauludan," ungkapnya.

    Pendapat para sesepuh desa ini disetujui kalangan muda. Mereka berpendapat selain menjadi tolak bala, tayuban juga upaya untuk melestarikan kesenian dan tradisi lokal.

    "Kami mendukung pendapat para sesepuh. Makanya, ini kami yang muda-muda mau urunan untuk nanggap tayub. Sekaligus melestarikan budaya bangsa," pungkas warga lainnya, Setyo Budi, 30.



    Editor : Kaled Hasby Ashshidiqy

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.