Banjir Pacitan 2017: Fenomena Alam Beri Tanda akan Adanya Bencana (Bagian 2)

Sejumlah fenomena alam biasanya muncul sesaat sebelum bencana terjadi yang bisa dijadikan peringatan warga untuk waspada.

Banjir Pacitan 2017: Fenomena Alam Beri Tanda akan Adanya Bencana (Bagian 2) Rumah Dodik Suko Prasongko, warga Desa Sirnoboyo, Kecamatan/Kabupaten Pacitan yang pada banjir 2017 lalu hampir tenggelam, saat ini rumah tersebut dibangun dua lantai, Sabtu (5/1/2020). (Abdul Jalil/Madiunpos.com)

    Madiunpos.com, PACITAN -- Desa Sirnoboyo di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, merupakan kampung nelayan karena lebih dari 70% warganya bekerja sebagai nelayan. Berhadapan dengan gempa bumi bisa menjadi hal biasa bagi masyarakat setempat. Tetapi, masyarakat juga telah diberikan pemahaman terkait kondisi-kondisi tertentu yang mengharuskan mereka untuk secepatnya melarikan diri.

    Di setiap rumah warga tertempel stiker tentang peta jalur evakuasi ancaman tsunami Desa Sirnoboyo. Dalam stiker itu dijelaskan saat ada gempa bumi lebih dari 20 detik, maka ada waktu 20 menit untuk menyelamatkan diri dan lari ke lokasi yang memiliki ketinggian lebih dari 20 meter.

    Itu untuk persiapan menghadapi tsunami. Sedangkan saat menghadapi bencana banjir. Ada tanda-tanda berbasis kearifan lokal yang sampai saat ini terus menjadi pegangan masyarakat. Saat ada informasi hujan di wilayah utara seperti Kecamatan Bandar, Kecamatan Nawangan, dan Kecamatan Tegalombo mengguyur lebih dari tiga jam dan kondisi air sungai Grindulu keruh, itu menjadi pertanda bahwa masyarakat harus segera menyelamatkan diri.

    “Semisal ada informasi hujan deras di wilayah utara mulai pukul 09.00 WIB sampai lebih dari tiga jam. Dan kondisi air sungai keruh bercampur dengan sampah. Maka harus segera mengemasi barang dan menyelamatkan diri,” ujar warga Dusun Suruhan, Desa Sirnoboyo, Indar Siswoyo, 34.

    Ia bercerita pada sekitar 1980-an ada cara untuk mendeteksi bencana yaitu dengan melihat fenomena gerombolan semut akan mulai keluar dari ubin maupun lantai yang retak.

    “Kalau dulu cara mendeteksi bencana banjir dengan melihat semut keluar dari ubin. Tapi entah sekarang tidak ada yang seperti itu. Ada juga tanda saat akan terjadi banjir besar biasanya tercium bau amis, tapi kemarin itu pada 2017 tidak tercium.”

    Masyarakat pesisir di Desa Sirnoboyo juga diimbau untuk menyiapkan tas siaga bencana (TSB). Tas ini untuk berjaga-jaga apabila terjadi bencana atau kondisi darurat bisa langsung dibawa. Tas tersebut berisi persediaan makanan selama tiga hari, dokumen-dokumen penting, sertifikat tanah, ijazah, alat penerangan, dan lainnya.

    Berkembangnya media sosial dan dan teknologi alat komunikasi, lanjut Indar, memudahkan menyebarkan peringatan dini tentang bencana kepada masyarakat. Semisal ada informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait tanda-tanda bencana bisa langsung dikabarkan kepada masyarakat lewat aplikasi perpesanan WhatsApp.

    Selain itu, informasi juga akan disebarkan melalui cara-cara berbasis kearifan lokal seperti disiarkan melalui seperti pengeras suara di musala dan masjid.

    “Di desa ini juga masih menggunakan kentongan sebagai media untuk mengabarkan saat terjadi bencana alam. Tetapi, saat ini jumlah kentongan memang tidak sebanyak dulu,” ujar pria yang beralamat di RT 005/RW 002, Desa Sirnoboyo ini. (bersambung)



    Editor : Kaled Hasby Ashshidiqy

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.