Gegara Gagal Masuk PPDB SMA, ABG di Jember Stres

Anak sampai ketawa sendiri di kamar. Hal itu disampaikan dengan suara bergetar oleh Dwi Riska Hartoyo ibu dari anak tersebut.

Gegara Gagal Masuk PPDB SMA, ABG di Jember Stres Dwi Riska Hartoyo, ibu dari anak yang gagal masuk PPDB di Jember. (BeritaJatim)

    Madiunpos.com, JEMBER -- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online banyak memunculkan protes dalam pelaksanaanya. Bahkan gara-gara tidak bisa masuk sekolah impian di seleksi PPDB, seorang anak di Jember stres.

    Anak tersebut sampai ketawa sendiri di kamar.Hal itu disampaikan dengan suara bergetar oleh Dwi Riska Hartoyo ibu dari anak tersebut. Dewi menahan emosi, matanya memerah dan suaranya serak saat mengatakan hal itu di ruang Komisi D DPRD Jember.

    Rapat di ruang Komisi D DPRD Jember, Jawa Timur, membahas masalah PPDB tingkat sekolah menengah atas (SMA) bersama Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak, Kamis (2/7/2020).

    “Saya orangtua yang sangat dirugikan, sampai anak saya stres, sampai saat ini tidak mau bersekolah, karena kebanyakan kecurangan. Seandainya tidak ada kecurangan mungkin putri saya bisa menerima,” kata Riska seperti diberitakan BeritaJatim dan dikutip Suara.com.

    Wali Murid Demo ke DPRD Surabaya Soal SKD di PPDB SMP

    Anak Riska lulusan SMP Negeri 3 Jember dan ingin masuk SMA Negeri 2 Jember dalam PPDB tahun ini. Rumahnya di kawasan Batu Raden sebenarnya hanya berjarak kurang lebih satu kilometer dengan SMAN 2.

    Ia semula yakin tak ada kesulitan memenuhi sistem zonasi. Di mana mensyaratkan pemerimaan siswa baru berdasarkan kedekatan sekolah dengan tempat tinggal.

    Namun kejutan menghantam Dwi. Anaknya tidak diterima. Justru yang diterima adalah mereka yang sebenarnya memiliki tempat tinggal di kecamatan lain berjarak jauh dari SMAN 2. Namun mereka menggunakan surat keterangan domisili (SKD) yang berdekatan dengan sekolah.

    Jadi Padepokan Tangguh Covid-19, 2.000 Pesilat Merpati Putih Boleh Latihan Lagi

    Anak perempuan Dwi pun protes. “Ini ada yang dari Jenggawah bisa diterima. Dari mana ini Ma?” katanya, sebagaimana ditirukan Dwi.

    Jenggawah adalah kecamatan yang berjarak sekitar 20 kilometer dengan Jalan Jawa,  lokasi SMAN 2.

    “Mohon ya, Pak, rumah saya di Jalan Danau Toba, Batu Raden, jaraknya dari sekolah sekitar Rp 1,5 – 1,6 kilometer. Sekarang yang dari Jenggawah dan Wuluhan bisa masuk SMA 2 itu dari mana? Sampai anak saya stres. Bagaimana saya? Sampai sekarang tidak mau masuk SMA 5. Sampai saya dibikin pusing sama anak saya,” kata Dwi terisak.

    Covid-19 Masih Mengancam, Festival Reog Ponorogo Ditiadakan

    “Kadang dia tertawa sendiri. Bagaimana seorang ibu melihat anaknya seperti itu? Enak yang pakai SKD, bisa leha-leha, anaknya diajari nyetir mobil. Tapi anak saya ini sampai gila, Pak. Sampai saya kirimkan [kabar] ke teman-teman. Ini lo anak saya mojok. Makan ya gak makan, kadang menangis. Suami saya sampai bilang: ‘piye iki, Ma?’ Bagaimana ini solusinya?”

    Menyiasati Sistem Zonasi

    Surat keterangan domisili (SKD) memang jadi ‘surat sakti’ dan jalan pintas bagi sebagian orang tua untuk menyiasati sistem zonasi dalam PPDB tahun ini.  Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan, SKD diperuntukkan pendatang dan dikeluarkan oleh kantor desa atau kelurahan.

    Masalahnya, menurut Koordinator Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak, David Susilo, mendadak muncul banyak SKD pada masa penerimaan siswa baru.

    Waduh! Dua Kepala Dinas di Surabaya Positif Covid-19

    “Tahun ini luar biasa. Mana mungkin dalam jarak radius kurang lebih seribu meter [dari SMA negeri], ada 170 siswa SMP dengan usia yang sama dan lulusan tahun ajaran 2020,” katanya keras.

    “Saya sebagai sesama orang tua menjadi tidak nyaman. Mengapa siswa yang rumahnya di Kelurahan Muktisari, menggunakan SKD di Jalan Jawa, bisa masuk. Sebegitu mudahkah SKD mengubah domisili kependudukan, kata David.

    Sebagian orang tua menolak melakukan kecurangan dengan membuat SKD dadakan untuk memuluskan sang anak masuk SMA negeri tujuan. Namun, menurut David, justru anak-anak mereka jadi bahan ejekan.

    Netizen Desak Wali Kota Risma Mundur, Ketua PDIP Surabaya: Tak Beralasan

    “Akhirnya perkembangan anak didik tidak sehat. Dalam pendidikan, hukum tertinggi adalah kejujuran. Saya tidak ingin hak-hak anak saya dirampas,” katanya.

    Decky, orangtua siswa lainnya, sempat bertengkar dengan sang anak karena tak mau memanipulasi SKD agar bisa masuk SMA Negeri 1 yang berjarak sekitar 1,1 kilometer.

    “Anak saya tidak mau memilih SMA. Akhirnya diterima di SMAN 3, saya harus memaksanya. Dia kecewa sekali dan bilang: ‘kenapa Ayah tidak mau kasih surat domisili?’ Lho buat apa, wong rumah saya (dekat) di sini. Kan lucu,” katanya. Dia mempertanyakan begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan SKD.

    Ditangkap Saat Ngaji, Pengedar di Surabaya Simpan Sabu dalam Al-Qur’an

    Ketua Komisi D Hafidi menilai persoalan ada pada penyalahgunaan kewenangan oleh birokrasi. “Kedua, manipulasi data kependudukan dengan maksud tertentu. Hal ini harus segera kami sikapi,” katanya.

    Ia berjanji pekan depan menggelar rapat gabungan dengan Komisi A yang membidangi urusan kependudukan.



    Editor : Arif Fajar Setiadi

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.