KEMARAU 2015 : Petani Cabai Jatim Waswas Hadapi El Nino

KEMARAU 2015 : Petani Cabai Jatim Waswas Hadapi El Nino Panen cabai di Kediri, Jumat (27/2/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rudi Mulya)

    Kemarau 2015 yang dipengaruhi fenomena alam El Nino mengancam produksi cabai.

    Madiunpos.com, MALANG — Petani cabai Jawa timur merasa waswas menghadapi ancaman kemarau 2015 berkepanjangan akibat fenomena alam El Nino yang bisa mempengaruhi produksi tanaman mereka.

    Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Jawa Timur Sukoco mengatakan, saat Kemarau 2015  ini tanaman cabai—baik rawit, besar, ataupun keriting—masih aman. Produksinya masih stabil.

    “Yang mengkhawatirkan jika Oktober belum hujan sehingga bisa mengganggu produksi pada tanaman yang panen bulan itu,” ujarnya saat dihubungi Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) dari Malang, Selasa (4/8/2015).

    Ancaman produksi pada Kemarau 2015 terutama terjadi pada cabai rawit merah. Untuk cabai merah besar, ancaman produksi relatif kecil karena pada bulan September di sentra tanaman cabai merah di Jember dan Banyuwangi memasuki panen.

    Penurunan produksi cabai rawit merah jika tidak ada hujan sampai dengan Oktober bisa mencapai 30%. Panen cabai dalam jumlah baru bisa dilakukan pada awal tahun 2016. “Karena itulah, petani cabai masih melihat dengan seksama fenomena El Nino. Mudah-mudahan musim kemaraunya tidak panjang,” ujarnya.

    Saat normal, rata-rata luasan panen tanaman cabai merah rawit di Jatim mencapai 5.000 hektare per bulan, sedangkan cabai merah besar dan keriting mencapai 1.300 ha-1.400 ha per bulan.

    Kemarau Panjang
    Meski begitu, kata Sukoco, petani sebenarnya sudah belajar dari kegagalan musim tanam sebelumnya. Artinya, petani sudah mengantisipasi setiap perubahan musim.

    Dengan perkiraan musim kemarau 2015 yang panjang, maka mereka lebih memilih lokasi di dataran rendah yang pasokan airnya tetap lancar. Sedangkan di dataran tinggi dan menengah, tidak lagi ditanami cabai.

    Lagi pula, tanaman cabai yang dibudidayakan secara intensif sebenarnya tidak terlalu membutuhkan air karena mereka menggunakan teknologi mulsa plastik. Selain itu, dengan keterbatasan pasokan air, petani juga menggunakan sistem pengairan tetes sehingga penggunaannya lebih efektif dan efisien.

    Hampir semua petani di sentra-sentra produksi cabai menggunakan sistem tersebut, setidaknya akan diterapkan pada musim tanam September mendatang. “Sebagian ada yang mendapat bantuan dari pemerintah,” ujarnya.

    Irigasi Tetes
    Dengan penggunaan irigasi tetes, maka cabai bisa ditanam pada musim kemarau. Pemerintah menginginkan pasokan cabai tetap besar di setiap bulan karena bisa ditanam di musim kemarau.

    Dengan cara itu, dia optimistis, gangguan terhadap produksi cabai karena fenomena alam berupa musim  kemarau panjang, El Nino, yang tidak ekstrim, tidak akan terjadi. Jika pun ada pengaruh, diperkirakan tidak terlalu signifikan.

    Jika pun ada kekurangan, dia memprediksikan, produksi cabai masih mencukupi untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, khususnya di Jatim sendiri. “Karena itulah, pemerintah tidak perlu melakukan impor cabai menghadapi fenomena alam El Nino,” ujarnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.