KISAH INSPIRATIF : Inilah Nabiel, Siswa Tunanetra di Ponorogo yang Sukses Tulis 2 Novel

KISAH INSPIRATIF : Inilah Nabiel, Siswa Tunanetra di Ponorogo yang Sukses Tulis 2 Novel Nabiel Ghali Azumi, 15, siswa kelas X IPS SMA Muhammadiyah Ponorogo yang mengalami tunanetra menggunakan laptop di ruang kelasnya, Senin (2/5/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Kisah inspiratif datang dari siswa tunanetra di Ponorogo yang berhasil menulis sebuah novel.

    Madiunpos.com, PONOROGO — Cacat fisik bukan berarti menjadi penghalang seseorang dalam berkarya. Itulah yang menjadi prinsip Nabiel Ghali Azumi, 15, siswa kelas X IPS SMA Muhammadiyah Ponorogo yang mengalami tunanetra sejak lahir.

    Nabiel, panggilan akrabnya, merupakan satu-satunya siswa tunanetra di SMA tersebut. Nabiel merupakan penulis novel yang karyanya sudah banyak beredar di toko buku. Saat ini, siswa yang tidak suka pelajaran matematika dan bahasa Inggris ini tengah merampungkan novel keduanya.

    Kepada Madiunpos.com, dia mengatakan novel pertamanya yang berjudul Nafas Sang Pekat sudah dua kali dicetak, karena masih banyak permintaan dari pembaca. Dalam novel itu, Nabiel menceritakan kisah seorang anak laki-laki yang mengalami tunanetra dan berharap kesembuhan.

    Dalam novel setebal 130 halaman itu, dia menceritakan keinginan keluarga anak tunanetra itu supaya bisa sembuh dan hidup normal seperti kehidupan anak pada umumnya.

    Namun, kebutaan tersebut tidak dapat disembuhkan dengan berbagai pengobatan. Akhirnya sang anak tunanetra itu pun menerima kenyataan dengan ikhlas.

    “Sebenarnya kisah dalam novel itu adalah menceritakan kehidupan saya. Saya ingin berbagi cerita dan motivasi kepada seluruh lewat novel itu,” ujar dia di ruang kelasnya, Senin (2/5/2016).

    Novel Nafas Sang Pekat itu mulai ditulis pada 5 Mei 2015 dan rampung pada 14 September 2015. Kemudian, naskah novel tersebut diedit oleh ayahnya yang juga penulis novel, selanjutnya naskah itu dibawa ke penerbit yang ada di Jogja.

    Dalam menuliskan cerita, Nabiel menggunakan laptop. Dia mengaku sudah hafal letak dan posisi huruf, angka, dan tanda baca yang ada di keyboard laptop, sehingga tidak mengalami kesusahan saat mengetik.

    Mengenai novel kedua, ujar dia, masih nyambung dengan novel pertamnya. Cerita di novel keduanya yang saat ini sudah 53 halaman itu juga bercerita mengenai sesosok anak yang mengalami tunanetra.

    Dari hasil penulisan buku itu, mulai Januari 2016 lalu, Nabiel setiap bulan mendapatkan royalti dari penerbit senilai Rp600.000. Uang tersebut biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan hidup dan menabung.

    “Meski saya cacat, saya tetap ingin mandiri. Meski hanya lewat tulisan,” ujar warga Bojonegoro, Jawa Timur itu.

    Nabiel yang merupakan warga Bojonegoro, Jawa Timur, ini hidup di Ponorogo bersama sejumlah anak penyandang tunanetra di pondok khusus tunanetra Muhammadiyah di Jl. Ukel Ponorogo.

    Dia mengakui meski terlahir dalam kondisi tunanetra, dirinya tidak pernah merasa minder dan malu. Justru, kekurangannya itu menjadi penyemangat bagi dirinya untuk terus maju dan berkreasi dengan kemampuan yang dimilikinya.

    Di sekolahan, dirinya juga tidak pernah mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-temannya. Justru teman-teman di kelasnya sering membantu Nabiel saat dirasa kesulitan dalam melakukan aktivitas.

    “Teman-teman di sekolahan sini baik-baik, saya sering dibantu dan mereka juga menghargai saya. Kalau untuk prestasi akademik, saya biasa-biasa saja,” jawab anak pertama dari lima bersaudara ini.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.