KISAH INSPIRATIF : Tanaman Porang Sokong Perekonomian Warga Desa Klangon Madiun

KISAH INSPIRATIF : Tanaman Porang Sokong Perekonomian Warga Desa Klangon Madiun Seorang warga di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, menjemur potongan Porang di depan rumahnya, Rabu (3/5/2017) siang. (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Kisah inspiratif, tanaman Porang di Desa Klangon menjadi produk andalan dan komoditas ekspor.

    Madiunpos.com, MADIUN -- Porang, tanaman sejenis umbi-umbian ini merupakan salah satu komoditas utama di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Porang tidak dijual di pasar lokal, melainkan dijual di luar negeri seperti Jepang dan Tiongkok.

    Hampir sebagian besar warga Desa Klangon bekerja sebagai pembudidaya tanaman porang. Mereka menanam tanaman itu di lahan Perhutani yang ada di wilayah Klangon.

    Pantauan Madiunpos.com di Desa Klangon, Rabu (3/5/2017) siang, puluhan anyaman bambu yang terdapat potongan porang tertata rapi di sepanjang jalan di desa itu. Irisan porang itu masih basah yaitu berwarna kecokelatan dan ada yang sudah kering berwarna hitam. Irisan porang cukup tipis dan dikeringkan di tempat yang harus terkena sinar matahari secara langsung.

    Sejumlah warga di desa itu juga terlihat mengiris porang dengan alat potong sederhana. Satu per satu porang dipotong menjadi beberapa lembar. Selanjutnya potongannya ditaruh di atas anyaman bambu dan dikeringkan di bawah terik matahari.

    Seorang warga Desa Klangon, Sukiyem, 58, terlihat sedang menjemur potongan porang. Ia menceritakan potongan porang ini harus dikeringkan sebelum dikirim ke pengepul dan nantinya dijual ke luar negeri.

    Untuk mengeringkan porang ini dibutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga sepekan. Tergantung kondisi cuaca. Ketika cuaca sangat terang, proses pengeringan bisa cepat begitu juga sebaliknya.

    Setelah dikeringkan, nantinya lempengan porang itu akan menyusut dan warnanya berubah menjadi hitam. Beratnya juga akan menyusut dan lempengan porang yang awalnya lebar berubah menjadi kecil.

    "Penyusutannya cukup tinggi, biasanya untuk 1 kuintal porang kalau kering hanya menjadi 17 kg. Tapi itu tergantung kualitas porangnya juga. Ada porang yang kualitasnya bagus, menyusutnya juga tidak terlalu tinggi," jelas dia kepada Madiunpos.com.

    Dia menuturkan pada tahun lalu porang basah dihargai Rp3.000/kg dan porang kering Rp35.000/kg. Porang yang kering ini nantinya diserahkan ke pengepul dan dilanjutkan dijual ke luar negeri.

    Tanah Perhutani

    Namun, ia mengaku tidak mengetahui fungsi dan kegunaan porang ini setelah dijual ke luar negeri. "Saya tidak pernah memakannya. Ini megang saja gatel. Apalagi kalau menyentuh getahnya bisa gatel. Saya ga tahu kalau dijual ke luar negeri akan dijadikan apa," ungkap ibu anak tiga ini.

    Sukiyem mengaku dirinya memiliki tanah di Perhutani seluas 1 hektare dan ditanami porang. Tanaman sejenis umbi-umbian ini hanya panen sekali dalam setahun yaitu sekitar bulan Agustus. Setiap tahunnya, ia bisa mendapatkan hasil panen sebanyak 4 ton.

    Sedangkan saat tidak musim panen, ia beralih menjadi buruh pengelola porang milik salah satu pengepul di desa tersebut. Upahnya sekitar Rp40.000 per hari.

    Porang bisa dikatakan denyut nadi perekonomian di Desa Klangon. Proses pengelolaan porang dikerjakan oleh warga setempat mulai penanaman hingga menjadi barang setengah jadi sebelum dikirim ke luar negeri.

    Warga Klangon lainnya, Parmo, 40, selama ini warga memanfaatkan lahan di kawasan Perhutani dengan menanaminya dengan tanaman Porang. Untuk itu, setiap tahun petani memberikan retribusi senilai Rp300.000 per hektare kepada Perhutani.

    Dia mengaku telah menekuni bercocok tanam porang sejak sepuluh tahun lalu. Hasilnya memang cukup bagus dan bisa menopang perekonomian keluarga.

    "Harganya cukup tinggi. Warga sini hampir sebagian besar bekerja sebagai petani porang atau pengelola porang," ujar Kepala Dusun Klangon ini.

    Parmo menuturkan porang memiliki lendir yang bisa membuat gatal sehingga untuk memegangnya wajib menggunakan sarung tangan. Kalau tidak, kulit akan langsung gatal.

    Perintis pembudidaya tanaman porang di Desa Klangon, Hartoyo, 60, mengatakan selama ini porang dijual ke luar negeri seperti Jepang dan Tiongkok. Di negara itu, porang dijadikan berbagai makanan dan obat-obatan.

    "Bisa jadi makanan seperti mi, jeli, tepung, dan obat-obatan. Kami mengirim keluar negeri sudah dalam kondisi porang kering. Mereka tidak mau membeli porang basah," ujar dia.

    Saat ini, kata dia, porang dijual kepada eksportir Rp29.000 per kg. Harga itu turun dibandingkan harga porang kering pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp35.000 per kg.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.