Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik di Mojokerto (Bagian 1)

Itu terbukti dengan semakin bertambahnya petani di desa itu yang tertarik bertani organik.

Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik di Mojokerto (Bagian 1) Para petani organik di Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mengikuti proses inspeksi organik di kabun Kelompok Tani Madani, Minggu (22/12/2019). (Madiunpos.com-Abdul Jalil)

    Solopos.com, MOJOKERTO -- Kabut masih menyelimuti kawasan Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (22/12/2019) pagi. Udara pagi itu juga cukup dingin sehingga sebagian orang enggan melepas jaketnya.

    Di desa yang diapit dua gunung, Gunung Welirang dan Penanggungan, itu, mayoritas warga bekerja sebagai petani sayuran. Karena tanah di desa itu sangat subur, berbagai sayuran tumbuh dengan baik.

    Pagi itu, tiga petani yakni Sati, Sri Munasifah, dan Purwati sedang merawat tanaman sayuran. Ketiga ibu-ibu itu mencabuti rumput yang tumbuh liar di sekitar tanaman dan menyirami tanaman-tanaman itu.

    Tiga petani tersebut merupakan petani yang ada di bawah naungan Kelompok Tani Madani yang didirikan Maya Stolastika Boleng. Kelompok tani ini fokus bertani organik.

    Kelompok Tani Madani ini menjadi satu-satunya kelompok tani yang bercocok tanam dengan sistem organik di Desa Claket. Tanaman mereka bersih dari pestisida dan pupuk kimia. Sayuran yang ditanam di kebun itu semuanya dirawat dengan pupuk ramah lingkungan seperti pupuk kandang dan kompos.

    Maya merupakan perempuan muda asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Dia tertarik dengan produk pertanian organik sejak masih kuliah di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Kala itu, hampir semua petani di Desa Claket belum tertarik dengan pertanian organik. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk turun ke masyarakat dan memperkenalkan pertanian organik.

    Tidak ada jalan yang mulus dalam perjuangan. Kalimat tersebut sangat cocok untuk menggambarkan perjuangan Maya untuk mengubah pola pikir para petani dalam mengolah lahannya. Mereka masih sulit untuk meninggalkan pertanian yang bergantung pada pupuk kimia dan pestisida.

    Perempuan yang saat ini berdomisili di Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, ini mulai membentuk Kelompok Tani Madani pada 2017. Kala itu, ia memperkenalkan pola pertanian organik kepada para petani di sebuah acara di desa setempat yang dihadiri sekitar 40 orang.

    Di forum itu, Maya menjelaskan mengenai pola bertani organik yang ramah lingkungan.

    “Pola pertanian yang bergantung pada pupuk kimia dan pestisida bisa merusak keseimbangan alam. Karena melalui sistem pertanian konvensional itu, alam dipaksa dengan penggunaan pupuk kimia. Ekosistem dalam lahan itu lama-kelamaan juga pasti rusak. Hasil panennya pasti tidak sehat karena sayuran tersebut bercampur dengan zat-zat kimia,” jelas Maya yang ditemui Solopos.com di kebun Kelompok Tani Madani, Minggu.

    Di forum itu, hanya ada lima petani yang tertarik untuk mengembangkan pertanian organik. Sedangkan petani lain belum tertarik mengikuti jejak pertanian ramah lingkungan itu.

    Meski begitu, Maya tidak berkecil hati dan putus asa untuk mengajarkan pola tanam yang diyakininya baik itu. Menurutnya, penolakan para petani karena mereka belum tahu manfaat pertanian organik.

    “Ini justru menjadi tantangan, karena memang petani itu butuh bukti bukan hanya teori. Saya bersama Herwita [teman satu kampusnya] kemudian melatih secara intensif lima petani yang mau belajar tentang pertanian organik,” jelas dia.

    Mindset

    Tahap awal, lima petani Desa Claket itu tidak diajari soal pola pertanian organik secara langsung, tetapi pola pikir mereka terhadap alam dan tanaman diubah. Melalui pola tanam organik ini, para petani diajarkan untuk lebih bersabar dalam merawat tanamannya mulai dari saat menanam hingga panen.

    Tidak ada intervensi pertumbuhan dalam pola pertanian organik ini. Jadi, tanaman dibiarkan hidup sesuai fasenya. Petani hanya diperbolehkan menggunakan pupuk kompos, pupuk kandang, atau pupuk alami lainnya untuk memberikan nutrisi tambahan.

    Sedangkan untuk memberantas hama perusak, petani tanaman organik dilarang menggunakan pestisida. Mereka dilatih untuk membuat pengusir hama dengan bahan-bahan alami. Selain itu juga memanfaatkan tanaman bunga sebagai pencegah hama.

    “Karena tidak ada intervensi untuk mempercepat pertumbuhan dan masa panen, sehingga waktu panen pun berbeda antara tanam dengan pola organik dengan pola konvensional. Semisal, sama-sama menanam wortel dengan pola tanam yang berbeda. Biasanya untuk pola tanam konvensional tiga bulan sudah panen. Sedangkan yang menggunakan pola tanam organik bisa enam bulan baru panen,” ujarnya.

    Selanjutnya, lima petani tersebut kemudian diberi fasilitas lahan seluas 2.500 meter persegi. Masing-masing petani mendapatkan lahan rata-rata 500 meter persegi. Setiap lahan harus ditanami dengan lima jenis sayuran berbeda. Bibit sayuran disediakan Kelompok Tani Madani.

    “Kami mempunyai 30 jenis bibit sayuran, ada pagoda, wortel, selada, caisim, dan lainnya. Jadi sayuran yang ditanam harus berbeda satu dengan lainnya. Dan pola penanaman wajib organik,” ujarnya.

    Kelima petani itu kemudian mempraktekkan pengetahuannya soal pertanian organik ini di lingkungannya. Mereka mengawalinya di rumah masing-masing dengan menanam sayuran di tanah pekarangan.

    Hari demi hari berlalu, sayuran yang ditanam para petani itu pun tumbuh sempurna. Hingga akhirnya para petani itu mulai menjual hasil panennya.

    Tidak hanya diajari bercocok tanam saja, lanjut Maya, mereka juga dilatih untuk memilah dan menyortir hasil panen yang layak untuk dijual. Sehingga sayuran yang dijual benar-benar berkualitas.

    Mulai Dilirik

    Perjuangan Maya untuk memperkenalkan pertanian organik kepada para petani di Desa Claket tidak sia-sia. Itu terbukti dengan semakin bertambahnya petani di desa itu yang tertarik bertani organik.

    Maya kemudian membentuk dua kelompok tani organik baru yang diberi nama Kelompok Tani Swadaya dan Kelompok Mia Tani. Dua kelompok tersebut memiliki tanaman produksi yang berbeda dari pendahulunya.

    Kelompok Tani Swadaya difokuskan menanam buah blackberry dan raspberry. Sedangkan Kelompok Mia Tani khusus menanam buah stroberi.

    “Untuk petani yang bergabung di Kelompok Tani Swadaya ada empat orang dan Mia Tani ada enam orang,” ujar perempuan kelahiran 1985 itu.

    Dua kelompok tani itu juga mendapat tanah garapan yang masing-masing seluas 500 meter persegi. Di lahan itu, para petani juga dilatih menanam dan merawat tanaman buah-buahan tersebut dengan pola pertanian organik.

     



    Editor : Adib M Asfar

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.