RUMAH BERSUBSIDI : Harga Tanah dan Birokrasi Adang Realisasi Rumah Bersubsidi

RUMAH BERSUBSIDI : Harga Tanah dan Birokrasi Adang Realisasi Rumah Bersubsidi Ilustrasi perumahan (JIBI/Solopos/Dok.)

    Rumah bersubsidi di Malang teradang harga tanah dan birokrasi.

    Madiunpos.com, MALANG — Realisasi penyediaan rumah bersubsidi di Malang dan sekitarnya teradang harga tanah yang terus melambung dan hambatan birokrasi.

    Ketua DPC Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Malang Makhrus Sholeh mengatakan kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah sebenarnya cukup menarik. Kemudahan itu antara lain berupa uang muka dan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang ringan.

    “Dengan bunga yang rendah, saya perkirakan end user hanya mengangsur KPR sebesar Rp725.000 per bulan,” kata Makhrus Sholeh di Malang, Kamis (28/5/2015).

    Dengan angsuran KPR sebesar itu, maka buruh dengan gaji standar upah minimum kota/kabupaten masih mampu membeli rumah bersubsidi. Dengan demikian, pangsa pasar rumah bersubsidi menjadi luas. Namun masalahnya, sambung dia, harga tanah terus melambung.

    Di wilayah perkotaan di Malang misalnya, sulit mendapatkan tanah seharga Rp200.000/m². Padahal harga tanah senilai itu merupakan harga tertinggi bagi penyediaan rumah bersubsidi. Artinya, jika harga tanah di atas Rp200.000/m², maka tidak feasible untuk dibangun rumah bersubsidi karena pengembang akan merugi.

    Hambatan lain terkait dengan perizinan. Rantai perizinan untuk pembangunan rumah bersubsidi sama panjangnya dengan perizinan rumah nonsubsidi. Biaya juga tidak dibedakan, sama-sama tinggi.

    Dengan hambatan seperti itu, maka harga rumah bersubsidi mestinya dinaikkan. Namun realisasinya tidak mudah.

    Tak Bisa FLPP
    Saat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah setuju menetapkan harga rumah bersubsidi, namun Kementerian Keuangan belum menyepakati, maka fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) tidak bisa dimanfaatkan.

    Selain itu, jika pengembang “berkreasi” dengan memberikan layanan dengan peningkatan kualitas bangunan serta menambah tanah, maka aparat pajak yang akan mengejar-ngejar karena dianggap rumah yang dijual bukan rumah bersubsidi. Karena itulah, pengembang di Malang akhirnya malas menyediakan rumah bersubsidi.

    Sejauh ini, hanya ratusan rumah bersubsidi yang sudah disediakan pengembang. Padahal pengembang yang tergabung dalam Apersi Malang berkomitmen menyediakan rumah sebanyak 5.000 unit sampai akhir tahun ini.

    Pengembang lebih senang menyediakan rumah menengah dengan harga di kisaran Rp160 juta per unit. Dengan menyediakan rumah seharga itu, maka pengembang merasa lebih untung karena tidak khawatir dianggap melanggar ketentuan pemerintah.

    “Karena itulah, saya pesimistis, target pembangunan 5.000 unit rumah bisa tercapai. Paling banyak hanya 2.000 unit saja untuk rumah bersubsidi,” ujarnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.