OJK Malang Panggil BPR dengan Kredit Macet Tinggi

OJK Malang Panggil BPR dengan Kredit Macet Tinggi IIustrasi (JIBI/dok)

    OJK Malang belum lama ini memanggil pengurus dan pemilik BPR dengan kredit macet tinggi.

    Solopos.com, MALANG — Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang memanggil pengurus dan pemilik bank perkreditan rakyat (BPR) dengan angka non performing loan (NPL) tinggi.

    Kepala Kantor OJK Malang Indra Krisna mengatakan NPL BPR di Malang dan sekitarnya mencapai pada Oktober 2014 mencapai 8,80% naik bila dibandingkan posisi September 2014 yang mencapai 7,51%.

    “Tapi tidak ada BPR yang statusnya diawasi khusus karena pemiliknya bonafid dan bersedia menambah modal,” kata Indra di Malang, Kamis (1/1/2014).

    Terdongkraknya angka NPL BPR karena portfolio kredit mereka banyak yang terserap pada sektor pertambangan dan pertanian tebu.

    Bahkan ada BPR di Probolinggo yang portofolio kreditnya sebagian besar, 90%, disalurkan pada sektor pertambangan.

    Padahal usaha sektor pertambangan , terutama di daerah, sedang sekarat.  Contoh kasusnya di Kab. Probolinggo, Jawa Timur.

    Adanya ketentuan dari pemerintah yang melarang truk-truk yang mengangkut hasil tambang melewati jalan-jalan yang dibangun pemerintah sehingga berdampak kendaraan tersebut tidak bisa beroperasi.

    Jika pun bisa beroperasi, maka biaya yang dikeluarkan pengusaha sangat tinggi karena harus membayar dana dalam jumlah besar kepada masyarakat yang jalannya dilewati truk.

    “Karena itulah kami memanggil pengurus dan pemilik BPR yang NPL tinggi,” ujarnya.

    Pilihan pada pemilik, menghapuskan kredit dengan berbagai cara seperti menjual portofolio kredit yang macet terutama di sektor pertambangan maupun dengan cara lainnya atau justru tetap membiarkan angka NPL yang tinggi tetap tercatat dalam neraca mereka.

    Risiko bagi BPR yang NPL-nya tinggi, mereka otomatis akan sulit berekspansi seperti menerima dana linkage dari perbankan umum.

    Hal itu bisa terjadi karena bank umum dalam menyalurkan dana linkage biasanya mensyaratkan bahwa NPL BPR harus kecil, yakni 5% ke bawah.

    “Yang jelas bagi  BPR yang NPL-nya tinggi kami minta membentuk PPAP (penyisian penghapusan aktiva produktif),” ujarnya.

    Pemilik BPR yang menyalurkan sebagian besar portofolio kredit pada sektor pertambangan, kata dia, diminta komitmennya untuk menambah modal agar operasional BPR mereka tidak terganggu.

    Dengan mencermati regulasi tersebut, dia memprediksikan, penyaluran kredit ke sektor pertambangan ke depan akan seret. Bank akan berfikir untuk menyalurkan kredit ke sektor tersebut, setidaknya mereka akan sangat selektif.

    Untuk sektor pertanian tebu, menurut dia, bisa saja ke depan tetap tumbuh positif dengan catatan masalah gula rafinasi bisa diselesaikan pemerintah.

    Dengan adanya gula rafinasi yang diduga merembes di pasar, maka pasokan gula menjadi berlebih sehingga berdampak harganya turun.

    Kepala Bulog Malang Arsyad mengatakan setelah dilakukan operasi pasar (OP) beberapa bahan makanan, termasuk gula, harga komoditas tersebut turun di beberapa tempat menjadi Rp8.300 per kg, lebih rendah dari harga gula OP yang seharga Rp8.500. Padahal gula sebesar itu sudah disubsidi ongkos angkutnya sebesar Rp750 per kg.

    Fakta itu menunjukkan bahwa gula yang beredar di pasar cukup berlimpah. Jika selama ini harga masih tinggi, karena pedagang melakukan aksi ambil untung dengan tidak mengeluarkan gula, menahan gula.

    Namun saat pasar digerojok gula OP, pedagang terpaksa melepas walau dengan harga yang rendah.



    Editor : Rini Yustiningsih

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.