Pasien Corona di Jatim Didominasi Laki-Laki, Kok Bisa?

Masih banyak laki-laki yang masih bandel nongkrong di warung pinggir jalan.

Pasien Corona di Jatim Didominasi Laki-Laki, Kok Bisa? Tim Surveillance COVID-19 Universitas Airlangga, DR. Dr. Windhu Purnomo, M.S. (Detik.com)

    Madiunpos.com, SURABAYA -- Jumlah pasien virus corona jenis baru atau Covid-19 di Jawa Timur didominasi laki-laki. Angkanya menunjukan 56,75% milik laki-laki, masih lebih unggul dari perempuan.

    Menurut Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr dr Windhu Purnomo MS, hal itu dikarenakan laki-laki lebih aktif berada di luar. Seperti bekerja dan nongkrong di pinggir jalan.

    "Penularan itu terjadi pada orang yang aktif ada di luar. Antara laki-laki dan perempuan yang lebih banyak keluar adalah laki-laki. Itu karena siapa yang lebih aktif," kata Windhu, Rabu (13/5/2020).

    Pasien Sembuh dari Corona di Ponorogo Terus Meningkat, Bupati Minta Masyarakat Lebih Patuh

    Tapi, apakah laki-laki lebih rentan terhadap virus Corona?

    "Bukan lebih rentan tapi yang keluar lebih banyak laki-laki. Tapi angkanya beda buanget bedanya ndak sampai 10%. Mereka tentu berisiko tertular dari pada perempuan yang lebih banyak di rumah," jelasnya.

    Selain karena faktor aktivitas bekerja, masih banyak laki-laki yang masih bandel nongkrong di warung pinggir jalan. Masih banyak yang merasa dirinya kuat dan jika terkena virus tidak sampai sakit atau tidak memiliki gejala.

    Benarkah Perpanjangan PSBB Bikin Masyarakat Galau?

    Akan tetapi, pemikiran seperti itu yang harus diubah. Sebab, bukan hanya risiko tertular saja, melainkan menulari orang sekitar terlebih keluarga di rumah.

    "Virus ini kan nggak tahu tempat. Virus kan nggak terlihat, jadi dia nggak melihat musuh yang nyata dan menyepelekan," ujarnya seperti diberitakan Detik.com.

    Sanksi Tegas

    Jadi, lanjut Windhu, persepsi seperti pengetahuan tidak cukup sehingga edukasi kesehatan belum sampai kepada mereka. seharusnya sosialisasi juga harus dilakukan terus menerus. Tapi, edukasi dan sosialisasi itu hasilnya tidak bisa jangka pendek.

    "Perubahan perilaku tidak bisa cepat, panjang. Berkaitan dengan wabah ini kan sifatnya akut, beda dengan penyakit kronis," tuturnya.

    Kreativitas Seorang Guru di Probolinggo Saat Libur Karena Corona

    Bagi Windhu, orang berlomba-lomba dengan virus. Maka tidak bisa menunggu mereka sampai sadar dan cepat mengubah perilakunya.

    "Yang penting kontrol aparat pemerintah, TNI, polisi Satpol PP harus keras. Kalau menghadapi pandemi satu-satunya jalan sanksi tegas, bukan berarti dipenjara," kata Windhu.

    Dok, PSBB Malang Raya Mulai Berlaku 17 Mei 2020

    Sanksi tegas itu salah satunya seperti di Sidoarjo. Di mana pelanggar PSBB diberi sanksi memakamkan jenazah sesuai dengan protokol Covid-19.

    "Harus membuat sanksi jera. Sanksi tegas jangan nunggu sampai orang itu sadar, enggak nututi," pungkas Windhu.



    Editor : Arif Fajar Setiadi

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.