Stupa Buddha Ditemukan Petani Di Mojokerto, Diyakini Peninggalan Kerajaan Majapahit

Sebuah stupa ditemukan seorang petani di Mojokerto, diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.

Stupa Buddha Ditemukan Petani Di Mojokerto, Diyakini Peninggalan Kerajaan Majapahit Penemuan candi jejak Raja Girindrawardhana di Mojokerto. (detik.com)

    Madiunpos.com, MOJOKERTO -- Sebuah stupa yang diyakini bagian dari candi Buddha peninggalan zaman Kerajaan Majapahit ditemukan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Penemunya adalah seorang petani asal Desa Jiyu, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto.

    Stupa setinggi 42 cm dengan diameter 42 cm dan diameter ujungnya 22 cm ini ditemukan di sawah milik Rukmati, di Dusun Tumpangsari, Desa Jiyu. Bagian dasarnya berbentuk persegi sebagai dudukan stupa. Bagian tengahnya berbentuk setengah bulat. Sedangkan ujung stupa tampak terputus. Sampai saat ini stupa tersebut masih tergeletak di sawah Rukmani.

    "Stupa ini ditemukan Pak Rukmani saat melebarkan sawahnya. Terpendam sekitar 20 cm di dalam tanah," kata Khoirul Anwar, 37, warga Dusun Tumpangsari, Rabu (3/6/2020), seperti diberitakan detik.com.

    Cuaca Esktrem di Blitar, 11 Rumah dan 1 Mobil Rusak Tertimpa Pohon Tumbang

    Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, meninjau langsung temuan stupa tersebut. Dia memastikan batu andesit berbentuk seperti genta itu adalah stupa. Yakni simbol ajaran Agama Buddha.

    "Batu ini kami identifikasi sebagai stupa. Karena bentuk persegi di bagian bawahnya, tengahnya berbentuk genta atau setengah bulat, atasnya yang patah bagian puncak stupa," kata Wicaksono di lokasi penemuan stupa.

    Ia menjelaskan, stupa yang ditemukan warga ini diperkirakan tidak berdiri sendiri. Menurut Wicaksono, stupa ini bagian dari candi Buddha yang diperkirakan pernah berdiri di Desa Jiyu. Dasar stupa berbentuk persegi yang rata diperkirakan sebagai dudukan pada bangunan candi.

    Kerja ASN di Era New Normal

    "Tidak jauh dari stupa ada lahan yang disebut warga Sawah Bata karena banyak ditemukan bata-bata dan batu andesit. Selama ini kami menduga ada bangunan candi. Dengan temuan stupa, kuat dugaan di Sawah Bata itu ada candi yang beraliran Agama Buddha," terangnya.

    Jejak Raja Girindrawardhana

    Stupa sandi itu menjadi jejak kekuasaan Raja Girindrawardhana Dyah Ranuwijaya, penguasa zaman Majapahit akhir. Ada banyak bukti lain yang ditemukan di Mojokerto. Bukti-bukti arkeologis tersebut memunculkan hipotesis keraton Majapahit yang disebut Dahanapura pada masa itu, tidak dipindahkan ke Kediri.

    Jejak kekuasaan Raja Girindrawardhana banyak ditemukan di Desa Jiyu. Salah satunya berupa patok batas berbahan batu andesit yang ditemukan Hariyono, 40, warga setempat. Patok ini mempunyai dimensi tinggi 78 cm, lebar bagian bawah 22 cm bagian atas 19,5 cm, ketebalan bagian bawah 23 cm bagian atas 19,5 cm.

    UEFA Siapkan Rencana Cadangan Untuk Lanjutkan Liga Champions, Ini Detailnya

    Pada salah satu permukaan batu ini terdapat ukiran beberapa simbol. Yaitu simbol bulan, matahari, dua telapak kaki, tongkat dililit ular, gunung, serta simbol amerta. Hariyono juga menemukan fragmen tembikar, keramik dan sejumlah uang logam kuno. Beberapa tembikar berupa pecahan selubung tiang bangunan dan ukel atau hiasan atap rumah. Seluruh temuan itu dia simpan di rumahnya sampai saat ini.

    "Terserah BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) mau diapakan, yang penting saya sudah menyelamatkan. Saya berharap disimpan dan dirawat dengan benar demi kepentingan sejarah," kata Hariyono , Rabu .

    Tanda Batas Wilayah

    Wicaksono juga telah mengecek benda cagar budaya yang ditemukan Hariyono. Menurut dia, batu patok batas memang banyak ditemukan di Desa Jiyu. Ukiran simbol-simbol pada batu tersebut ternyata mempunyai arti tersendiri.

    Mau Berolahraga Mengenakan Masker? Perhatikan Hal Sepele namun Penting Ini

    Ukiran matahari dan bulan melambangkan penguasa siang dan malam, gunung melambangkan julukan Raja Gunung. Telapak kaki melambangkan kekuasaan kerajaan, tongkat dililit ular melambangkan perintah raja wajib dilaksanakan, serta amerta melambangkan sumber kehidupan. Kombinasi simbol yang sama juga ditemukan pada Prasasti Kembangsore di Desa Petak, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.

    Jejak Raja Girindrawardhana di Mojokerto yang dtemukan Hariyono. (detik.com)

    "Beberapa batu patok batas yang ditemukan di Desa Jiyu mempunyai ciri khas peninggalan Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Karena kombinasi simbol yang sama juga ditemukan di Prasasti Kembangsore yang dikeluarkan Raja Girindrawardhana. Sehingga tapal batas kami interpretasikan batu patok ini menjadi tanda batas wilayah kekuasaan Girindrawardhana," terangnya saat meninjau batu patok batas temuan Hariyono.

    Jejak kekuasaan Girindrawardhana, lanjut Wicaksono, juga dibuktikan dengan temuan 4 prasasti di Desa Jiyu. Salah satu prasasti bertuliskan angka tahun 1486 masehi saat Girindrawardhana berkuasa. Menurut dia, prasasti tersebut berisi kebijakan Raja Girindrawardhana yang menetapkan Desa Jiyu sebagai tanah perdikan atau tanah bebas pajak.

    Jangan Terlalu Sering Mengorek Telinga, Ini Bahayanya

    "Pada Prasasti Jiyu juga disebutkan adanya pembangunan asrama untuk memperingati ibu dari Girindrawardhana. Prasasti Kembangsore juga berangka tahun sama. Ssinya simah atau pemberian kekuasaan atas tanah oleh Raja Girindrawardhana kepada daerah tersebut agar bebas pajak sebagai balas budi raja atas jasa-jasa daerah tersebut," jelasnya.

    Masih Terpedam

    Bukti-bukti arkeologis tersebut, kata Wicaksono, belum termasuk struktur bangunan kuno dari susunan bata merah dan batu andesit yang masih terpendam di lahan pertanian Desa Jiyu. Menurut dia, jejak kekuasan Raja Girindrawardhana juga banyak ditemukan di wilayah sekitar Jiyu. Mulai dari Kecamatan Mojosari, Pacet, hingga Jatirejo.

    Oleh sebab itu, Wicaksono membuat hipotesis tentang lokasi Dahanapura. Yaitu ibu kota Majapahit pada masa kepemimpinan Girindrawardhana. Pada beberapa prasasti lain disebutkan kota raja Majapahit dipindahkan dari Trowulan, Kabupaten Mojokerto ke Dahanapura akibat perang Paregrek. Yakni perang perebutan kekuasaan Majapahit antara Wikramawardhana dengan Wira Bhumi.

    Mulai Jalan Jongkok Hingga Push Up, Ini Sanksi Bagi Yang Tak Pakai Masker di Ponorogo

    "Para ahli menduga Dahanapura di Daha, Kediri. Kalau saya merujuk data-data arkeologis, jejak Girindrawardhana banyak ditemukan di Mojosari, Pacet, Kutorejo dan Jatirejo. Girindrawardhana juga dikenal dengan Raja Gunung. Maka lebih tepat ibu kotanya di sini (Desa Jiyun dan sekitarnya) karena dekat dengan Gunung Penanggungan dan Welirang. Dahanapura itu kelihatannya dipindahkan tidak jauh dari kota raja di Trowulan. Bukan yang selama ini merujuk ke Kota Daha di Kediri," cetusnya.

    Wicaksono meyakini wilayah kekuasan Raja Girindrawardhana pada masa Majapahit akhir semakin menyempit. Selain perang saudara yang memperebutkan kekuasaan, wilayah Majapahit semakin kecil akibat semakin kuatnya kerajaan Islam di wilayah pesisir Jawa Timur dan masuknya kongsi dagang Belanda, VOC.

    "Hal itu semakin melemahkan kekuasaan Majapahit kelihatannya semakin bergeser ke gunung-gunung. Kota raja di Trowulan ditinggalkan karena dianggap sudah kehilangan kesucian setelah diserang musuh. Banyak wilayah bawahan memisahkan diri. Sehingga wangsa Girindrawardhana kekuasaannya menciut," tandasnya.



    Editor : Kaled Hasby Ashshidiqy

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.