Pakar Epidemiologi Sebut PPKM Mikro Bisa Jadi Bom Waktu, Kok Bisa?

Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan PPKM mikro berlawanan dengan prinsip keilmuan.

Pakar Epidemiologi Sebut PPKM Mikro Bisa Jadi Bom Waktu, Kok Bisa? Ilustrasi PPKM Mikro (Tim Infografis Fuad Hasim/detikcom)

    Madiunpos.com, SURABAYA - Setelah PPKM Jilid 1 dan 2, pemerintah mulai hari ini memberlakukan PPKM mikro. Hal ini menjadi sorotan dan terkesan membingungkan. Tak hanya masyarakat, pakar epidemiologi juga kebingungan dengan kebijakan ini.

    Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan PPKM mikro berlawanan dengan prinsip keilmuan. Sebab, testing dinilai menurun. Jika testing semakin kecil, seharusnya PPKM harus semakin ke makro.

    "Karena kita tidak tahu petanya, mana RT yang aman dan tidak aman, karena testing-nya rendah. Yang dianggap rendah bisa saja di sana berisiko tinggi, cuma belum terdeteksi. Berbeda dengan Hong Kong mampu melakukan mikro karena testing-nya tinggi, makin tinggi testing tracing, petanya makin jelas itu bisa mampu makin mikro," kata Windhu saat dihubungi detikcom, Selasa (9/2/2021).

    Minta Rp5 Juta Tak Diberi, Selingkuhan Disiram Air Keras hingga Meninggal

    Dia menambahkan, PPKM mikro dianggap terlalu berani. Alasannya, testing dan tracing sangat rendah dan menurun.

    "Kita testing tracing rendah kok berani-beraninya mikro. Ini bom waktu. Nanti orang-orang yang dianggap aman bisa keluar semaunya. Padahal dia adalah mungkin orang-orang berisiko," jelasnya.

    Seharusnya, kata Windhu, PPKM dikembalikan lagi ke tingkat kabupaten/kota tanpa tebang pilih. Semua daerah di Jawa-Bali harus melakukan PPKM tingkat kabupaten/kota.

    210 RT di Jatim Masuk Zona Merah, Kota Madiun Terbanyak

    Jangan Coba-Coba

    “Kalau menerapkan PPKM, maka dikembalikan lagi dengan cara yang benar, yakni dikembalikan ke kabupaten/kota, tetapi tidak dengan mikro. Sebab PPKM mikro menyebabkan testing rendah.” Ujarnya.

    Sementara untuk ketentuan zona, selama ini dinilai tidak dipatuhi daerah terlebih zona merah. Windhu meminta jangan terus menerus melakukan coba-coba saat pandemi Covid-19. Harus bersungguh-sungguh jika ingin berbasis masyarakat, seperti kampung tangguh. Namun jangan menerapkan PPKM mikro yang membuat zonasi yang justru berbahaya. Sebab, peta zonasi dianggap peta buta.

    PPKM Mikro, 650 Kampung Tangguh di Surabaya akan Terima Rp5 Juta

    "Jadi kalau memang mau betul-betul mau di tingkat RT/RW, bukan zonasi seperti ini. Tapi yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan, penanganan, sampai sumber dayanya saling membantu karena tidak boleh bergerak," ujarnya.

    "Kalau bisa PPKM mikro dengan zonasi ini dibatalkan atau karena sudah telanjur, dua minggu saja [diterapkan]. Setelah itu kembali ke makro. Dan ketika makro, semua kabupaten/kota di Jawa-Bali dilakukan secara serentak. Zonasi itu harus betul-betul membawa konsekuensi kebijakan dan implementasinya, berdayakan masyarakat bahwa penanganann pandemi gerakan masyarakat," tambahnya.

    Dia menegaskan tracing yang semakin rendah itu seharusnya semakin makro, bukan semakin mikro. Hal itu dinilai keliru secara konseptual dan keilmuan. Sebab tidak memiliki peta, tetapi berani mengambil skala mikro yang justru bisa membahayakan dan menjadi bom waktu.

    Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Jumpa Fans Viensboys di Madiun

    "Karena RT yang dianggap risiko rendah hijau atau kuning kemudian warganya dibebaskan, longgar. Padahal mungkin di situ adalah zona hijau dan kuning yang palsu, karena testing yang rendah. Artinya ini berbahaya. Kalau mau melakukan mikro lakukan tracing dan testing-nya, bukan seperti sekarang. Kita itu tidak pernah mau belajar, maunya sendiri tidak berdasarkan ilmu, tergantung pikirannya dan arahnya ke ekonomi, itu yang keliru," pungkasnya.



    Editor : Haryono Wahyudiyanto

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.