Paslon Harus Bisa Beri Contoh Baik Dalam Penerapan Protokol Kesehatan Atau Sanksi Pidana Menanti

Ada aturan yang bisa menjerat paslon yang tidak menerapkan protokol kesehatan dengan ancaman pidana.

Paslon Harus Bisa Beri Contoh Baik Dalam Penerapan Protokol Kesehatan Atau Sanksi Pidana Menanti Deklarasi dan Penandatanganan Pakta Integritas Bersama Jaga Pemilu Sehat Dan Jurdil, yang digelar Bawaslu Kota Blitar. (detik.com)

    Madiunpos.com, BLITAR -- Pasangan calon (paslon) kepala daerah hendaknya menjadi teladan dalam penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Apalagi, pelaksanaan Pilkada sangat rentan menjadi sarana penyebaran virus corona.

    Untuk memastikan paslon menaati protokol kesehatan secara disiplin, Bawaslu tak segan mengambil tindakan tegas. Paslon yang melanggar protokol kesehatan bisa dikenai sanksi pidana. Payung hukumnya yakni pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.

    Penegasan ini disampaikan anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Ikhwanudin Alfianto, usai Deklarasi Dan Penandatanganan Pakta Integritas Bersama Jaga Pemilu Sehat Dan Jurdil, yang digelar Bawaslu Kota Blitar, Rabu (23/9) malam.

    Pemprov Jatim Beri Beasiswa 850 Guru Madrasah Diniyah Untuk Melanjutkan ke S1 dan S2

    "Peserta Pilkada yang terbukti melanggar protkes (protokol kesehatan), sesuai dengan aturan bisa dikenakan sanksi. Sanksi yang bisa diberikan mulai dari teguran sampai pidana," ujarnya, seperti dilansir detik.com, Kamis (24/9/2020).

    "Jika teguran terhadap paslon yang melanggar protkes diabaikan, Bawaslu bisa merekomendasikan pada KPU untuk memberikan sanksi administrasi. Bahkan Satgas Penegakan Protkes Pencegahan Covid-19, dapat membahas kemungkinan sanksi lain berdasarkan Inpres 6/2020, Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 212, 216 dan 218 KUHP," imbuhnya.

    Adapun bunyi Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yakni Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.

    Hanya Karena Diduga Terlibat Kasus Kejahatan, Seorang Pria Tulungagung Tewas Dihakimi Warga

    Lamongan Masuk Wilayah Rawan

    Pada bagian lain, Bawaslu pusat merilis 10 daerah yang masuk dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tertinggi. Data IKP mengacu pada Pilkada 2015 lalu. Dari 10 daerah tersebut, salah satunya ada Lamongan.

    Anggota Bawaslu Lamongan, Muhammad Nadhim, membenarkan daerahnya masuk dalam 10 besar sebagai daerah dengan tingkat kerawanan tinggi dalam Pilkada. "Data IKP yang dirilis Bawaslu Pusat tersebut mengacu pada Pilkada 2015 silam. Sebenarnya ada 74 indikator data IKP yang sudah disusun Bawaslu sejak 2014 lalu hingga tahun 2020 ini. Dari 74 IKP itu terdapat 35 indikasi pelanggaran," kata Nadhim pada wartawan, Kamis (24/9/2020).

    Pada Pilkada Lamongan 2015 lalu, lanjut Nadhim, Bawaslu menemukan adanya penyelenggara pemilu yang tidak netral. Sehingga harus menjalani sidang etik di DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu). Saat itu juga ada penyelewengan dana Pilkada yang kasusnya baru saja selesai diproses pengadilan. Serta aparatur sipil Negara (ASN) yang tidak netral saat pemilihan kepala daerah digelar.

    Ada 1.635 Janda dan Duda Baru di Madiun Selama 8 Bulan Terakhir

    "Indikator berikutnya terkait dengan perekrutan penyelenggara Pemilu dari beberapa perekrutan ada permasalahan. Ada juga pada saat pilkada sebelumnya terjadi kekerasan pada salah satu calon. Ini juga masuk indeks kerawanan pemilu di Lamongan," ujarnya.



    Editor : Kaled Hasby Ashshidiqy

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.