Pengamen di Ponorogo Tak Kapok Ditangkap Satpol PP, Ini Alasannya

Pengamen di Ponorogo Tak Kapok Ditangkap Satpol PP, Ini Alasannya Lima pengamen menjalani hukuman di Mapolres Ponorogo lantaran kerap menggunakan cara paksaan saat mengamen, Senin (8/5/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

    Ini alasan pengamen di Ponorogo enggan beralih ke pekerjaan lainnya.

    Madiunpos.com, PONOROGO -- Hendra, 18, bersama empat pengamen lainnya turun dari truk Satpol PP Ponorogo dan menuju ke halaman Mapolres Ponorogo, Senin (8/5/2017) siang. Mereka langsung diminta berdiri tegap dan melepas jaket serta topi mereka.

    Lima pengamen ditangkap setelah petugas mendapat keluhan dari warga yang merasa tidak nyaman atas keberadaan mereka. Para pengamen itu dituduh meludah di mobil dan berteriak kasar saat tidak diberi uang saat mengamen.

    Hendra yang merupakan warga Jenangan, Ponorogo, bercerita saat ditangkap sedang tiduran di Terminal Seloaji. Kepada Madiunpos.com, ia bercerita sudah berkali-kali ditangkap petugas Satpol PP dan petugas kepolisian dalam kasus yang sama.

    Meski sudah berkali-kali ditangkap dan membuat surat pernyataan, remaja lulusan SD ini mengaku tidak kapok. Alasannya, ia belum mendapatkan pekerjaan lain selain mengamen.

    "Sebenarnya pengin kerja apa gitu, tetapi belum dapat kerjaan. Terpaksa lah ngamen lagi," ujar dia. (baca: )

    Hendra mengaku selama ini kerap tidur di masjid di Terminal Seloaji dan sesekali pulang ke rumah orang tuanya. Di rumah ia tidak mendapat ketenangan karena selalu dimusuhi ibu tirinya. Oleh sebab itu, ia lebih memilih tinggal di luar bersama teman-temannya.

    Setiap kali mengamen, ia bisa mendapatkan uang sekitar Rp50.000 bahkan bisa lebih pada saat terminal sedang ramai. Hasil mengamen digunakan untuk membeli makan, minum, dan rokok.

    "Kadang buat beli arjo [arak jowo]. Tapi lebih banyak untuk membeli makan," ujar dia.

    Hendra menceritakan dirinya sempat bercita-cita melanjutkan sekolah ke jenjang SLTP setelah lulus SD. Apalagi saat SD, ia mengaku sebagai salah satu siswa berprestasi di bidang keterampilan hingga tingkat Kabupaten Ponorogo. Namun niat itu pupus karena tidak mendapat dukungan dari orang tuanya.

    "Saya saat SD pernah menjadi juara tingkat kecamatan dan kabupaten di bidang keterampilan. Pialanya masih ada di rumah," ujar dia.

    Sebelum menjadi pengamen dan anak jalanan, Hendra pernah bekerja di Surabaya dan luar jawa. Namun karena berbagai hal, ia memutuskan untuk pulang dan bekerja di Ponorogo.

    Pengamen lainnya, Sugeng Riyanto, 22, mengaku sudah ditangkap petugas Satpol PP dan polisi sebanyak tiga kali. Bahkan dia sempat mendekam di jeruji penjara dalam kasus penganiayaan.

    Sugeng mengaku terpaksa mengamen karena tidak memiliki pekerjaan lain. Biasanya ia mengamen di wilayah Pasar Songgolangit, Taman Sukowati, dan di perkampungan. Setiap harinya, ia bisa mengantongi uang senilai Rp50.000.

    "Ya uangnya untuk makan dan membeli kebutuhan sehari-hari. Saya belum menikah," ujar dia.

    Hal senada juga dikatakan pengamen lainnya, Joko. Warga Madiun ini mengaku hanya mengamen saat menganggur. Biasanya ia bekerja sebagai buruh bangunan di dalam maupun luar kota.

    "Ini karena tidak ada kerjaan jadi saya ngamen. Kalau ada kerjaan jadi buruh bangunan ya saya ga ngamen," ujar dia.

    Penghasilan dari mengamen, kata Joko, tidak pasti. Namun, setiap hari mendapatkan uang Rp40.000 hingga Rp50.000.

    "Kalau saya ngamennya di bus Madiun-Ponorogo. Saya tidak pernah ngamen di perkampungan atau di pasar," ujar dia.



    Editor : Rohmah Ermawati

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.