UMK 2016 : Naik 38% dalam 3 Tahun, Pengusaha Cemaskan UMK Jatim

UMK 2016 : Naik 38% dalam 3 Tahun, Pengusaha Cemaskan UMK Jatim Ilustrasi uang tunai rupiah. (JIBI/Solopos/Dok.)

    UMK 2016 diharapkan pengusaha Jatim tak lagi dinaikkan.

    Madiunpos.com, SURABAYA – Kalangan pengusaha di Jawa Timur berharap upah minimun kabupaten/kota (UMK) pada 2016 tidak lagi naik mengingat dalam tiga tahun terakhir ini kenaikannya sudah mencapai 38% yang dinilai telah mencekik pengusaha.

    Berkaitan dengan RPP Pengupahan yang sedang digodok pemerintah saat ini, para pengusaha berharap formula pengupahan tahun depan adalah berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) + inflasi + pertumbuhan ekonomi, dan bukan berdasarkan UMK 2015 + inflsai + PDRB.

    Pengusaha juga mendesak agar RPP Pengupahan diisi dengan aturan sanksi bagi kepala daerah yang melanggar ketentuan penetapan upah karena selama ini kepala daerah sesuka hati menaikan upah, terutama saat mencari dukungan suara ketika pemilihan umum, dan saat didemo buruh.

    Pakar Ekonomi dan Statistik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kresnayana Yahya memaparkan, apabila formula pengupahan tahun depan menggunakan komponen UMK 2015, industri di Jawa Timur bakal hancur karena UMK Jatim terutama di wilayah Ring I sudah Rp2,7 juta, padahal KHL nya Rp2,2 juta.

    “Dengan kondisi per September ini sudah kami hitung KHL-nya adalah Rp2,2 juta, mulai dari harga beras, listrik dan lainnya. Masukan untuk gubernur, 2016 jangan menaikkan upah berbasis upah 2015, karena upah sekarang ini sudah layak, dan Rp2,7 juta itu sudah di atas KHL,” katanya dalam Diskusi Tantangan dan Ancaman Sistem Pengupahan bagi Dunia Usaha, Selasa (13/10/2015).

    Tanpa Support Pemerintah
    Dia mengatakan support pemerintah daerah untuk industri pun hampir tidak ada. Misalnya di Mojokerto, sarana transportasi publiknya masih sangat buruk dan harga air minum yang mahal membuat beban masyarakatnya lebih tinggi dibandingkan Surabaya.

    “Karena transportasi buruk, buruh terpaksa beli sepeda motor, akhirnya merasa bahwa upah yang diterima masih sangat kecil karena gajinya dipotong untuk cicilan sepeda,” ujarnya.

    Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim, Alim Markus mengungkapkan pengalaman pengupahan 2015 sejatinya sudah disepakati Rp2,5 juta atau sudah di atas KHL. Namun, ternyata Gubernur Jatim Soekarwo meminta agar upahnya dinaikan Rp200.000 karena subsidi BBM dicabut, yang otomatis harga BBM akan naik.

    “Tapi pas harga BBM turun, ternyata UMK tidak bisa turun. Menakertrans seakan jadi penonton saja, karena di daerah ini jor-joran (bersaing), upah daerah mana yang lebih tinggi supaya tidak didemo buruh. Pengusaha seperti diadu dihadapkan dengan buruh,” ujar bos Maspion Group itu.

    Politisasi Sistem Pengupahan
    Penasihat Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim, Johanes Sumarno mengatakan sistem pengupahan di Jatim sudah dipolitisasi. Pemerintah daerah telah disetir oleh serikat pekerja untuk memeras pengusaha.

    Dia mencotohkan, Kabupaten Mojokerto sebenarnya tidak termasuk dalam wilayah Ring I (Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik). Namun karena ada demo besar-besaran, Mojokerto masuk dalam Ring I yang upah minimunnya sangat tinggi, bahkan 2015 upah Mojokerto sama dengan Jakarta.

    “Banyak pengusaha enggak sanggup bayar upah, sampai ada satu PMA keluar dari Jatim dan pindah ke Vietnam yang produktivitasnya lebih tinggi, karena di sini tidak bisa bayar upah mahal yang produktivitasnya rendah,” kata pengusaha mebel itu.

    Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Nuning Widayati menambahkan, pengusaha juga menolak adanya upah sektoral, karena akan semakin memberatkan industri. “Pada penetapan UMK 2015 lalu, pengusaha tidak pernah tanda tangan upah sektoral, tetapi pemerintah dan serikat buruh sepihak menentapkan upah sektoral. Industri semakin tidak mampu,” katanya.

    Kasubdit Pengupahan Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenakertrans, Dinar Titus mengakui sistem pengupahan saat ini sudah lepas kendali sejak adanya otonomi daerah. “Ada pergeseran makna pengupahan ini, padahal dasar UMK adalah untuk menjaga agar upah itu tidak merosot dan pekerja bisa hidup layak. Untuk formula UMK tahun depan ini akan saya sampaikan kepada pimpinan, apa yang diharapkan pengusaha,” ujarnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.