CUKAI TEMBAKAU : Formasi Usulkan Perubahan Struktur Tarif Cukai Rokok

CUKAI TEMBAKAU : Formasi Usulkan Perubahan Struktur Tarif Cukai Rokok Ilustrasi buruh linting rokok (Riyanta/JIBI/Solopos)

    Cukai tembakau dinilai tak memuat tarif yang berkeadilan. Formasi mengusulkan perubahan atas tarif cukai rokok.

    Madiunpos.com, MALANG — Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengusulkan dilakukannya perubahan struktur tarif cukai rokok. Usulan struktur baru tarif cukai hasil tembakau diharapkan lebih berkeadilan.

    Ketua Harian Formasi Heri Susianto mengatakan struktur tarif cukai rokok yang berlaku saat ini lebih berpihak kepada pabrikan rokok produsen sigaret kretek mesin (SKM) besar yang justru penyerapannya terhadap tenaga kerjanya tidak terlalu besar karena bersifat padat modal.

    “Mestinya lewat tarif cukai, pemerintah memperoleh penerimaan dana yang besar, juga menjadi instrumen sebagai perlindungan terhadap industri kecil dan padat karya,” katanya di Malang, Rabu (2/9/2015).

    Produsen rokok SKM golongan IIB, kata dia, perlu dilindungi karena tetap padat modal karena mesin yang digunakan berusia tua. Yang paling perlu dilindungi karena penyerapannya terhadap tenaga kerja cukup besar, produsen sigaret kretek tangan (SKT). Hampir seluruh proses produksi rokok tersebut menggunakan tangan.

    Perubahan tarif dimaksud terkait dengan pengenakan tarif cukai pada masing-masing golongan produksi rokok. Mengacu pada peraturan yang lama, SKM golongan I dikenai cukai Rp415 per batang, golongan IIA Rp305 per batang, dan golongan IIB Rp265 per batang. SKM yang masuk golongan I dengan produksi 2 miliar batang ke atas per tahun, sedangkan golongan II 0-2 miliar batang per tahun.

    Penggolongan seperti itu, kata Heri, tidak adil. Mestinya, pengenakan tarif dibatasi per pencapaian produksi untuk PR SKM golongan I.

    Dengan demikian, saat produsen SKM mencapai produksi 3 miliar, tentu tarifnya dinaikkan. Intinya, setiap kenaikan produksi harus dibarengi dengan kenaikan tarif.

    Dengan begitu, maka produsen SKM  besar tidak jor-joran memprodukdi rokok yang dampaknya dapat melibas pangsa pasar rokok produsen di bawahnya.

    “Selain itu, upaya tersebut juga efektif untuk menekan angka produksi rokok agar tidak terus naik,” ujarnya.

    Selain dengan cara itu, untuk perlindungan produsen rokok kecil, maka penggolongannya bisa lebih jelas. Produsen rokok kecil bisa masuk dalam golongan III dengan tarif cukai yang lebih murah.

    Untuk produk sigaret kretek tangan (SKT), ujar dia, sudah selayaknya dilindungi dengan tidak menaikkan tarif cukai karena serapannya terhadap tenaga kerja cukup besar.

    SKT Tak Menguntungkan
    Dari sisi bisnis, produsen SKT sebenarnya tidak menguntungkan, setidaknya margin yang diperoleh pengusaha relatif kecil. Hal itu dibuktikan dengan enggannya produsen rokok besar mengembangkan produksi SKT mereka.

    Jika SKT golongan IIB atau PR kecil tetap eksis, maka sebenarnya ikut membantu pemerintah dari sisi penyerapan tenaga kerja dan mencegahnya maraknya peredaran rokok ilegal.

    “Kalau harga rokok yang diproduksi PR kecil tinggi, maka dampaknya rokok ilegal akan makin marak. Pada 2014 saja produksi rokok ilegal diperkirakan mencapai 11% dan diperkirakan akan terus berkembang jika regulasi dan tarif pajak dan cukai memberatkan industri rokok kecil masih dipertahankan,” ujarnya.



    Editor : Rahmat Wibisono

    Get the amazing news right in your inbox

    Berita Terpopuler

    0 Komentar

    Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

    Komentar Ditutup.